Selasa, 19 Oktober 2010

TRIK-TRIK BANGUN MALAM

Bebarapa hal yang dapat memudahkan penunaian shalat tahajjud.

Diantara beberapa hal yang dapat memudahkan orang mengamalkan shalat tahajjud adalah :
 
1. mengisi antara waktu shalat Maghrib dan shalat ‘Isya dengan shalat-shalat sunnah (nafilah), atau dengan membaca al-Qur’an, atau dengan berdzikir.

2. usai shalat ‘Isya tidak berbicara mengenai soal-soal keduniaan kecuali jika ada kepentingan mendesak seperti menyambut kedatangan tamu, atau berbicara dengan istri tetapi tidak berlebih-lebihan. Cepat tidur setelah itu (pada awal malam) lebih baik, agar di waktu sahar tidak ketiduran, dan shalat tahajudnya tidak ketinggalan.

3. yang paling banyak membantu dalam hal itu ialah mengurangi (meringankan) makan malam, minum-minuman yang tidak kental (ma’-i’at) dan makan-makanan yang lunak (ruthubat). Jika makan banyak hingga memberatkan lambung (ma’idah) hendaklah jangan segera tidur, karena hal itu akan dapat mengurangi kemantapan hati dan melunturkan niat hendak shalat tahajud (membuat orang menjadi malas). Oleh sebab itu, sebaiknya segera berdzikir, membaca al-Qur’an atau shalat sunnah, beberapa saat sesudah makan malam.

4. satu hal lainnya yang tidak kalah penting adalah, tidak berbicara mengenai soal-soal yang tak ada manfaatnya. Lebih-lebih lagi kalau sampai berbicara mengenai soal-soal yang batil. Semua itu dapat membuat hati menjadi keras (qaswah) dan jauh dari Allah SWT.

5. tidak memaksa diri melakukan pekerjaan-pekerjaan yang berat di siang hari, atau yang dapat membuat badan menjadi sangat letih.

6. sebaiknya tidur sesaat setelah matahari terbit (tidur qailulah). Jangan sekali-kali tidur usia shalat Subuh sebelum matahari terbit. Sebab hal itu akan menghambat kedatangan rizki. Demikian juga tidur sore hari usia shalat Ashar, itu dapat mengakibatkan penyakit merana (gila).

7. satu hal lainnya yang sangat membantu kemudahan shalat Tahajud ialah : kebulatan tekad dalam hati untuk menunaikannya. Sebab dengan kemantapan hati dan kebulatan tekad, orang akan berusaha keras untuk mencapai sesuatu yang dikehendakinya. 

Hendaklah diperhatikan baik-baik semua petunjuk tersebut diatas dan diamalkan. Jangan lupa menyampaikannya pada keluarga, anak-anak yang sudah dewasa, juga kepada sahabat dan handai tolan. Sebab, barangsiapa menunjukan jalan kebaikan ia beroleh pahala sama dengan yang diperoleh pelakunya. Demikian menurut sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Muslim.

DUA PERINTAH NABI AGAR BERGAUL DENGAN ULAM

Dua perintah nabi agar bergaul dengan ulama.

Nabi saw bersabda :
“Hendaknya kalian duduk bersama ulama dan mendengarkan perkataan hukama’ (orang bijak), karena sesungguhnya Allah ta’ala menghidupkan hati yang mati dengan cahaya hikmah sebagaiman menghidupkan bumi yang mati dengan air hujan.”

Dalam riwayat Thabarani dari Abu Hanifah disebutkan :
“Duduklah bersama kubara’ (ulama besar) dan bertanyalah kepada para ulama serta bergaullah dengan para hukama’ (orang bijak).”

Dalam riwayat lain dikatakan :
“Duduklah bersama ulama dan bergaullah dengan para hukama’ serta akrabilah para kubara’.”

Pada dasarnya ulama itu terbagi menjadi tiga kelompok :
1. Ulama yang sangat menguasai dan memahami hukum-hukum Allah. Ulama seperti ini disebut dengan ash-habul fatwa, yaitu ulama yang banyak mengeluarkan fatwa.

2. Ulama yang sangat dalam kemampuannya tentang ma’rifat kepada dzat Allah. Ulama seperti itu disebut hukama’. Golongan ulama ini senantiasa menitikberatkan pada upaya memperbaiki tingkah laku dan akhlak. Baik untuk diri sendiri maupun umatnya. Demikian itu karena hati mereka selalu tersinari dengan ma’rifatullah dan jiwa mereka selalu tersinari dengan cahaya keagungan Allah.

3. Ulama-ulama besar yang disebut dengan al-kubara’. Ulama seperti ini senantiasa melakukan hal-hal terpuji untuk kepentingan mahluk Allah, terutama ahli ibadah. Lirikannya lebih memberi manfaat daripada ucapannya. Barangsiapa yang lirikannya memberi manfaat kepada Anda, maka tentu bermanfaatlah ucapannya. 
Begitu juga sebaliknya, barangsiapa yang lirikannya tidak memberi manfaat kepada Anda, maka ucapannya pun tidak akan memberi manfaat.

Disebutkan dalam sebuah kisah bahwa Imam Suhrawardi pernah mengelilingi sebagian masjid Khaif di daerah Mina. Ia memandangi wajah para hadirin yang ada satu persatu. Ketika ditanya tentang sikapnya itu ia menjawab : “Sesungguhnya di antara hamba-hamba Allah terdapat orang-orang tertentu yang jika seseorang memandang mereka, mereka dapat memberikan kebahagiaan kepadanya, dan aku sekarang sedang mencarinya”.
 
Rasulullah saw bersabda :
“Akan datang suatu masa kepada umatku di mana mereka lari dari para ulama dan fuqaha’, maka Allah akan menurunkan tiga macam musibah kepada mereka, yaitu :
1. Allah menghilangkan berkah dari rizki mereka;
2. Allah menjadikan penguasa yang zhalim untuk mereka; dan
3. Allah mengeluarkan mereka dari dunia ini tanpa membawa iman.”

ANJURAN MEMBACA SHOLAWAT PADA HARI DAN MALAM JUM'AT

Anjuran membaca sholawat pada hari dan malam Jum’at.

Diriwayatkan dari Mahkul dari Abu Umamah ra berkata, Rasulullah saw bersabda : “Perbanyaklak membacakan sholawat untukku pada hari Jum’at, karena sholawat dari umatku itu akan dipersembahkan kepadaku pada setiap hari Jum’at. Barangsiapa yang paling banyak persembahan sholawatnya, maka ia adalah orang yang lebih dekat kedudukannya di sisiku.”

Rasulullah saw bersabda :
“Perbanyaklah membacakan sholawat untukku pada hari dan malam Jum’at. Barangsiapa melaksanakannya, maka aku akan menjadi saksi dan penolong (syafi’) nya pada hari kiamat.”

Rasulullah saw bersabda :
“Perbanyaklah membacakan sholawat untuk nabimu semua pada malam yang penuh pesona dan hari yang berbunga-bunga (hari dan malam Jum’at).”

Rasulullah saw bersabda :
“Barangsiapa membacakan sholawat untukku seratus kali pada hari Jum’at, maka kesalahan-kesalahannya selama delapan puluh tahun akan diampuni.”

Rasulullah saw bersabda :
“Barangsiapa membacakan sholawat untukku seribu kali pada hari Jum’at, maka ia tidak akan mati sebelum melihat surga, tempat tinggalnya.”
Rasulullah saw bersabda :

“Barangsiapa membacakan sholawat untukku pada hari Jum’at, maka sholawat itu akan menjadi syafa’at baginya besok di hari kiamat.”

Diriwayatkan dari Abdul Aziz bin Shuhaib dari Anas bin Malik ra berkata : ketika saya berdiri di hadapan Rasulullah saw, baliau bersabda :
“Barangsiapa membacakan sholawat untukku delapan puluh kali pada hari Jum’at, maka dosa-dosanya selama delapan puluh tahun akan diampuni.” Rasulullah saw kemudian ditanya : “Wahai Rasulullah, bagaimana caranya membaca sholawat untukmu?” Jawab Rasulullah : “Bacalah : “Allaahumma shalli ‘alaa Muhammadin ‘abdika wa nabiyyika wa rasulika an-nabiyyil ummiyyi.” Artinya : “Ya Allah, limpahkanlah rahmat kepada Muhammad seorang hamba, nabi dan utusan-Mu yang ummi.”
 
Rasulullah saw bersabda :
“Barangsiapa bershalat ‘Ashar pada hari Jum’at kemudian sebelum berdiri meninggalkan shalatnya membaca : “Allaahumma shalli ‘alaa Muhammadin-nabiyyil ummiyyi wa ‘alaa aalihi wa shahbihi wa sallim tasliimaan katsiira.” Artinya : Ya Allah limpahkanlah rahmat kepada Muhammad seorang nabi yang ummi dan untuk keluarga serta para sahabatnya, dan damaikanlah dengan kedamaian yang sesungguhnya,” delapan puluh kali, maka dosa-dosanya selama delapan puluh tahun akan diampuni dan dituliskan pahala ibadah selama delapan puluh tahun untuknya.”

Rasulullah saw bersabda :
“Sesungguhnya di sisi Allah SWT ada malaikat-malaikat yang diciptakan dari cahaya. Mereka tidak akan turun kecuali hanya pada malam dan hari Jum’at. Tangan-tangan mereka memegang pena yang terbuat dari emas dan lembaran-lembaran kertas yang terbuat dari cahaya. Mereka tidak menulis kecuali shalawat untuk Nabi saw.”

Al-Hafidz as-Sakhawi berkata, Imam asy-Syafi’I ra berkata : “Saya suka memperbanyak bacaan shalawat untuk Nabi saw, terutama pada malam dan hari Jum’at.”

Ibnu Hajar dalam kitabnya, ad-Durr al-Mandhud mengutip perkataan salah seorang ulama, bahwa menyibukan diri dengan membaca shalawat untuk Nabi saw pada hari dan malam Jum’at lebih besar pahalanya daripada menyibukan diri dengan membaca al-Qur’an kecuali surat al-Kahfi, karena adanya nash hadis yang menganjurkan untuk membacanya pada hari dan malam Jum’at.

Dalam kitab al-Mawahib al-Ladunniyyah, al-‘Allamah al-Qishthilani menyatakan : “Jika anda bertanya, apakah hikmah di balik pengistimewaan memperbanyak bacaan shalawat untuk Nabi saw pada hari dan malam Jum’at, maka Ibn al-Qayyim memberikan jawaban : Karena Nabi saw adalah tuan (sayyid) bagi sekalian manusia dan hari Jum’at adalah tuan (sayyid) bagi hari-hari yang lain.
 
Shalawat memiliki beberapa keistimewaan yang tidak dimiliki oleh amal yang lain. Hal ini karena setiap kebaikan yang diperoleh umatnya di dunia dan akhirat hanya akan dicapai melalui nama beliau saw, maka Allah SWT menyatukan kebaikan dunia dan akhirat bagi umatnya, sementara kemuliaan (karomah) yang teragung dianugerahkan mereka pada hari Jum’at, karena pada hari itulah Allah SWT memasukan mereka pada tempat-tempat tinggal dan istana-istana mereka di surga.
 
Marilah kita semua menjadikan shalawat sebagai wirid disamping membaca al-Qur’an yang harus kita baca setiap hari. Semoga manfaat, Aamiin….

Dikutip dari
Afdhal as-Shalawat ‘ala Sayyid as-Sadat. Karya Syaikh Yusuf bin Ismail an-Nabhani.
Yang dalam edisi Indonesia berjudul :
Yusuf bin Ismail an-Nabhani, Bershalawat untuk Mendapat Keberkahan Hidup. Terj. Muzammal Noer, ( Yogyakarta : Mitra Pustaka, 2003) hlm, 32-35.

KENAPA HARUS EMPAT MAZHAB

Kenapa Harus Empat Mazhab.

Di antara mazhab bidang fiqh yang paling berpengaruh yang pernah ada sebanyak empat. Mereka menjadi panutan warga Nahdliyin, masing-masing adalah:

Pertama: 
Imam Abu Hanifah Nu’man bin Tsabit. Biasa disebut Imam Hanafi. Lahir tahun 80 H, dan wafat tahun 150 H, di Bagdad. Abu Hanifah berdarah Persia, digelari Al-Imam al-A’zham ( Imam Agung ), menjadi tokoh panutan di Iraq, penganut aliran ahlu ra’yi dan menjadi tokoh sentralnya. Di antara manhaj istimbathnya yang terkenal adalah Al-Ihtihsan. Fiqh Abu Hanifah yang menjadi rujukan utama mazhab Hanafi ditulis oleh dua orang murid utamanya: Imam Abu Yusuf Ibrahim dan Imam Muhammad bin Hasan As-Syaibani.

Kedua: 
Imam Malik bin Anas. Biasa disebut Imam Malik. Lahir tahun 93 H, dan wafat tahun 179 H di Madinah. Imam Malik, dikenal sebagai “Imam Dar al-Hijrah”, Imam Malik adalah seorang ahli hadits yang sangat terkenal sehingga kitab monumentalnya yang berjudul “Al-Muwatha” dinilai sebagai kitab hadits hokum yang paling shahih sebelum adanya Shahih Bukhari dan Shahih Muslim ( dua kumpulan hadits shahih yang menjadi rujukan ulama ahlussunnah ). Imam Malik juga mempunyai konsep manhaj istinbath yang berpengaruh sampai sekarang. Kitabnya berjudul al-Maslahah al-Mursalah dan al-Ahl al-Madinah.

Ketiga: 
Imam Muhammad bin Idris al-Syafi’i. biasa disebut Imam Syafi’i. Lahir tahun 150 H, di Ghaza, dan wafat pada tahun 204 H di Mesir. Imam Syafi’i mempunyai latar belakang keilmuan yang memadukan antara Ahl al-Hadits dan Ahl al-Ra’yi, karena cukup lama menjadi murid Imam Malik di Madinah dan cukup waktu belajar kepada Imam Muhammad bin Hasan, di Bagdad. Dia adalah murid senior Imam Abu Hanifah. Metode istinbath Imam Syafi’i ditulis menjdi buku pertama dalam ushul fiqh berjudul al-Risalah. Pendapat-pendapat dan fatwa-fatwa fiqh Imam Syafi’i ada dua macam. Yang disampaikan selama di Bagdad disebut “al-Qaul al-Qadim (pendapat lama)”, dan yang disampaikan di Mesir disebut “al-Qaul al-Jadid (pendapat baru)”. Tentang ini semua telah dihimpun Imam Syafi’i dalam kitab “Al-Um”.

Keempat: 
Imam Ahmad bin Hambal, biasa disebut Imam Hambali. Lahir tahun 164 H, di Bagdad. Imam Ahmad bin Hambal terkenal sebagai tokoh Ahl al-Hadits. Imam Ahmad bin Hambal adalah salah seorang murid Imam Syafi’I selama di Bagdad, dan sangat menghormati Imam Syafi’i. Sampai Imam Syafi’I wafat masih selalu mendoakannya. Imam Ahmad bin Hambal mewariskan sebuah kitab hadits yang terkait dengan hokum Islam berjudul “Musnad Ahmad”.

Alasan memilih Kenapa Empat Mazhab:

Pertama: kualitas pribadi dan keilmuan mereka sudah masyhur. Jika disebut nama mereka hampir dapat dipastikan mayoritas umat Islam di dunia mengenal dan tidak perlu lagi menjelaskan secara mendetail.

Kedua: keempat Imam Mazhab tersebut merupakan Imam Mujtahid Mustaqil, yaitu Imam Mujtahid yang mampu secara mandiri menciptakan Manhaj al-Fikr, pola metode, proses dan prosedur istinbath dengan seluruh perangkat yang dibutuhkan. Imam Ghazali belum mencapai derajat seperti empat Imam Mazhab itu. Beliau masih mengikuti mazhab Imam Syafi’i.

Ketiga: Para Imam Mazhab itu mempunyai murid yang secara konsisten mengajar dan mengembangkan mazhabnya yang didukung oleh buku induk yang masih terjamin keasliannya hingga saat ini.

Keempat: Ternyata para Imam Mazhab itu mempunyai mata rantai dan jaringan intelektual di antara mereka.
Imam Abu Hanifah pada waktu menunaikan ibadah haji sempat bertemu dengan Imam Malik di Madinah. Hal itu merupakan dua tokoh besar dari dua aliran yang berbeda. Imam Abu Hanifah sebagai tokoh aliran ahlu al-Ra’yi, sedangkan Imam Malik merupakan tokoh aliran ahlu al-Hadits. Kedua tokoh ini sempat melakukan dialog ilmiah interaktif di Madinah, yang berakhir dengan sikap saling memuji dan mengakui kepakaran masing-masing di hadapan pengikutnya.
Peristiwa itu kemudian mendorong salah seorang murid senior Imam Abu Hanifah, yakni Imam Muhammad bin Hasan, belajar kepada Imam Malik di Madinah selama dua tahun.
Imam Syafi’i yang cukup lama menjadi murid Imam Malik dan selama sembilan tahun mengikuti mazhab Maliki, tertarik mempelajari mazhab Hanafi. Ia berguru kepada Imam Muhammad bin Hasan, yang waktu itu menggantikan Abu Hanifah yang sudah wafat.
Ternyata Imam Muhammad bin Hasan ini sudah pernah bertemu akrab dengan Imam Syafi’I sewaktu sama-sama belajar kepada Imam Malik di Madinah. Di antara keduanya saling tertarik dan mengagumi. Itu terbukti, waktu Imam Syafi’i ditangkap oleh pemerintah Abbasiyah karena difitnah terlibat gerakan ‘Alawiyah di Yaman, yang membela dan memberikan jaminan adalah Imam Muhammad bin Hasan.

Dan yang terakhir: Selama Imam Syafi’i berada di Bagdad yang kedua, Imam Ahmad bin Hambal cukup lama belajar kepada Imam Syafi’i. kalau diperhatikan, ternyata keempat imam mazhab tersebut mempunyai sikap tawadhu’ dan saling menghormati. Kebesaran dan popularitas masing-masing tidak mempengaruhi sikap dan perilaku akhlaqul karimahnya. Itu merupakan citra terpuji dari para pemegang amanah keilmuan yang luar biasa. Hal demikian patut diteladani oleh para pengikt mazhab selanjutnya.

( Tim PWNU Jawa Timur, Aswaja An-Nahdliyah: Ajaran Ahlussunnah wa al-Jama’ah yang Berlaku di Lingkungan Nahdlatul Ulama, Surabaya: Khalista dan Lajnah Ta’lif wa Nasyr (LTN) NU Jawa Timur, 2007, hal, 22 )

SYARI'AH ASWAJA AN-NAHDLIYAH

Syari’ah Aswaja An-Nahdliyah
Al-Qur’an dan al-Hadits diturunkan secara berangsur-angsur. Tidak sekaligus. Disampaikan kepada manusia menurut kebutuhan, kepentingan dan situasi serta kondisi yang berbeda-beda. Ajaran Islam yang terkandung dalam al-Qur’an dan al-Hadits disampaikan di Makkah, Madinah dan sekitarnya lebih lima belas abad lalu dengan cara disebarluaskan dan diwariskan kepada umat manusia dengan segala persamaan dan perbedaannya untuk sepanjang zaman dengan berbagai perubahan dan perkembangannya.
Ketika Rasulullah masih hidup, umat manusia menerima ajaran langsung dari beliau atau dari sahabat yang hadir ketika beliau menyampaikan. Setelah Rasulullah wafat, para sahabat –termasuk empat Khulafaaurasyidin: Abu Bakar, Umar, ‘Utsman dan Ali- menyebarkan ajaran Islam kepada generasi berikutnya. Dengan perkembangan zaman, dengan kondisi masyarakat yang kian dinamis, banyak persoalan baru yang dihadapi umat. Seringkali hal yang muncul itu tidak terdapat jawabannya secara tegas dalam al-Qur’an dan al-Hadits. Maka untuk mengetahui hokum atau ketentuan persoalan baru itu, maka upaya Ijtihad harus dilakukan.
Sesungguhnya ijtihad juga sudah dilakukan sahabat ketika Kanjeng Nabi Muhammad masih hidup. Yakni ketika sahabat menghadapi persoalan baru tapi tidak mungkin ditanyakan langsung kepada Rasulullah. Seperti pernah dilakukan oleh sahabat Muadz bin Jabal saat ditugasi mengajarkan Islam ke Yaman. Dan pada masa-masa sesudah kurun Sahabat, kegiatan ijtihad makin banyak dilakukan oleh para Ulama ahli Ijtihad ( Mujtahid ).
Di antara tokoh yang mampu berijtihad sejak generasi sahabat, tabi’in, dan tabi’ut tabi’in, terdapat banyak tokoh yang ijtihadnya kuat ( disebut mujtahid mustaqil ). Bukan hanya mampu berijtihad sendiri tetapi juga menciptakan “pola pemahaman ( manhaj )” tersendiri terhadap sumber pokok hokum Islam, al-Qur’an dan al-Hadits. Ini dicerminkan dengan metode ijtihad yang dirumuskan sendiri, menggunakan kaidah-kaidah ushul fiqh, qawa’idul ahkam, qawa’idul fiqhiyyah dan sebagainya. Proses dan prosedur ijtihad yang mereka hasilkan dilakukan sendiri itu menandakan bahwa secara keilmuan dan pemahaman keagamaan serta ilmu-ilmu penunjang lainnya telah mereka miliki dan kuasai.
Pola pemahaman ajaran Islam melalui ijtihad para mujtahid, lazim disebut madzhab. Penulisan Indonesia “mazhab”, berarti “jalan pikiran dan jalan pemahaman” atau “pola pemahaman”. Pola pemahamn dengan metode, prosedur, dan produk ijtihad itu juga diikuti oleh umat Islam yang tidak mampu ijtihad sendiri karena keterbatasan ilmu dan syarat-syarat yang dimilki. Mereka lazim disebut bermazhab atau menggunakan mazhab.
Dengan sistem bermazhab ini, ajaran Islam dapat terus dikembang, disebarluaskan dan diamalkan dengan mudah kepada semua lapisan dan tingkatan umat Islam. Dari yang paling awam sampai paling alim sekalipun. Melalui sistem ini pula pewarisan dan pengamalan ajaran Islam terpelihara kelurusan dan terjamin kemurniannya. Itu karena ajaran yang terkandung dalam al-Qur’an dan al-Hadits difahami, ditafsiri dan diamalkan dengan pola pemahaman dan metode ijtihad yang dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.
Walau begitu kualitas bermazhab yang sudah ada harus terus ditingkatkan, yaitu dengan peningkatan kemampuan dan penguasaan ilmu agama Islam dengan segala jenis dan cabang-cabangnya.
Ajakan kembali pada al-Qur’an dan al-Hadits tentu tidak boleh diartikan memahami kedua sumber hukum tersebut secara bebas ( liberal ), tanpa metode dan prosedur serta syarat-syarat yang dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.

CATATAN:
*. Penolakan terhadap sistem bermadzhab berarti melepaskan diri sama sekali dari ajaran Agama sehingga pelakunya patut disebut “alladiniyah”. DR. M. Said al-Buthi dalam kitabnya “Allamadzhabiyyah” menyatakan: “Manakala semua manusia tahu persis cara mengikuti Sunnah Nabi dan memahami secara benar maksud al-Qur’an, niscaya manusia tidak akan terbagi menjadi dua kelompok: Mujtahidin dan Muqalidin, dan niscaya Allah SWT tidak akan memerintahkan kelompok kedua untuk bertanya kepada kelompok pertama sebagaimana dalam firman-Nya: Q.S. An-Nahl: 43 “Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui”. Dalam Ayat ini kelompok kedua diperintah bertanya kepada kelompok pertama sedangkan kelompok pertama tidak ma’sum ( terjaga dari kesalahan ) dan Allah SWT tidak memerintahkan langsung merujuk kembali kepada nash-nash al-Qur’an dan al-Sunnah yang keduanya telah terjaga. Begitu juga al-Syaikh Akbar KH. Hasyim Asy’ari dalam kitabnya “Risalah Ahl as-Sunnah wa al Jama’ah” Hal: 16.

TIGA KESENANGAN RASULULLAH SAW

Tiga kesenangan Rasulullah saw.

Dalam kitab Nashoihul ‘Ibad di jelaskan bahwa Rasulullah Saw pernah bersabda:
“Ada tiga hal yang sangat aku senangi di dunia ini, yaitu:
1. wangi-wangian;
2. istri shalihah;
3. ketenangan saat shalat.”

Ketika itu beliau sedang duduk dengan para sahabatnya. Tiba-tiba Abu Bakar Ash-Shiddiq ra berkata: “Benar engkau ya Rasulullah, aku pun menyukai tiga hal lainnya, yaitu: senang melihat wajah Rasulullah saw, menafkahkan hartaku menurut kemauan Rasulullah saw, dan aku senang putriku berada di bawah pemeliharaan Rasulullah.”

‘Umar bin Khatab ra lantas berkata: “Benar engkau, ya Abu Bakar, aku pun senang akan tiga hal lainnya, yaitu: mengajak pada kebaikan, mencegah kemungkaran, dan berpakaian sederhana.”

‘Utsman bin ‘Affan ra pun menyahut: “Benar engkau, wahai ‘Umar, aku pun menyukai tiga hal lainnya, yaitu: mengenyangkan orang yang sedang lapar, memberi pakaian kepada orang yang tak memiliki busana, dan membaca Al-Qur’an.”

Selanjutnya, ‘Ali bin Abi Thalib ra juga berkata: “Benar engkau, wahai ‘Utsman, aku pun menyukai tiga hal lainnya, yaitu: melayani tamu, puasa pada musim panas, dan memukul musuh dengan pedang.”

Ketika mereka sedang berbincang-bincang, lalu Jibril datang dan berkata (kepada Nabi saw): “Allah telah mengutus aku ketika mendengar pembicaraan kalian. Allah memerintahkan kepadamu, wahai Rasulullah, supaya engkau bertanya kepadaku tentang sesuatu yang aku cintai apabila aku menjadi penghuni dunia.”

Rasulullah saw pun bertanya: “Wahai Jibril, apa yang engkau cintai jika engkau menjadi penghuni dunia?? ‘Jibril menjawab: “Memberi petunjuk kepada orang yang sesat, menemani orang yang taat kepada Allah, dan menolong keluarga yang fakir.”

Selanjutnya Jibril berkata: “Allah, Tuhan Yang Mahamulia dan Mahaagung mencintai tiga hal yang ada pada diri hamba-Nya, yaitu: mencurahkan segala kemampuan dalam berbakti kepada Allah, menangis karena menyesal telah berbuat maksiat, dan sabar ketika mengalami kefakiran.”

TIGA HAL YANG PALING BAIK

TIGA HAL YANG PALING BAIK.
Dalam kitab Nashoihul ‘Ibad karya Syaikh Nawawi al-Bantani di ceritakan bahwaIbnu ‘Abbas ra ketika ditanya mengenai hari, bulan, dan amalan yang paling baik, ia menjawab:
1. “Hari yang paling baik adalah hari Jum’at.
2. Bulan yang paling baik adalah bulan Ramadhan.
3. Amalan yang paling baik adalah menjalankan shalat fardhu tepat pada waktu utamanya.”
Selanjutnya, Ibnu ‘Abbas meninggal dunia pada hari Jum’at. Tiga hari sesudah kematiannya, sampailah berita kepada Ali bin Abi Thalib ra tentang jawaban Ibnu ‘Abbas ra ketika ditanya tentang tiga hal tersebut diatas.
‘Ali ra lantas berkata: “Apabila para ulama, hukama’, dan fuqaha’ mulai dari timur sampai barat ditanya tentang hal itu, pasti mereka akan menjawab seperti jawaban ‘Ibnu ‘Abbas, kecuali aku. Jika aku ditanya hal tersebut, pasti aku akan menjawab sebagai berikut:
1. Amal yang paling baik adalah amal yang diterima oleh Allah;
2. Bulan yang paling baik adalah bulan yang di dalamnya engkau bertaubat kepada Allah dengan tobat nasuha; dan
3. Sebaik-baik hari adalah hari saat engkau pergi meninggalkan dunia dan kembali kepada Allah dalam keadaan beriman kepada-Nya.”
Ibnu ‘Abbas mengatakan bahwa yang disebut dengan tobat nasuha adalah hatinya menyesali dosa yang pernah dikerjakan; lisannya memohon ampun kepada Allah; raganya berhenti dari segala macam perbuatan dosa; dan berjanji tidak akan melakukan lagi kemaksiatan yang dilarang oleh Allah.
Ada lagi yang mengatakan bahwa tobat nasuha adalah tobat yang sesudah tobatnya itu tidak mengulangi berbuat maksiat, baik secara sembunyi-sembunyi maupun terang-terangan.
Ada lagi yang mengatakan bahwa tobat nasuha adalah tobat yang mewariskan kebahagiaan di dunia dan di akhirat bagi pelakunya. Hal senada diungkapkan oleh seorang ahli hikmah dalam bait-bait syair gubahannya:
“Tidakkah kau lihat bencana yang ditimpakan oleh masa kepada kita,
menghanyutkan kita dalam permainannya
baik sembunyi-sembunyi maupun terang-terangan.
Jangan sekali-kali kau tergiur oleh duniawi dan perhiasannya,
karena dunia bukan tempat kita yang sebenarnya.
Banyak beramallah demi kemaslahatan dirimu
sebelum kematian datang menjemput.
Jangan terpedaya dengan teman dan saudara yang banyak kau miliki.

Imam Al-Ghazali rha, menurut suatu pendapat, telah mengatakan dalam pesan-pesannyamelalui bait-bait syair berikut:
Jika kau ingin berharta banyak, ucapanmu didengar oleh orang,
dicintai oleh semua wanita dan disenangi oleh semua laki-laki.
Kekayaan datang kepadamu
membuat kamu bahagia, disegani, dihormati, lagi berharta banyak.
Terhindar dari bencana dan rencana jahat, baik dari musuh
maupun teman yang berpura-pura memihakmu.
Bacalah ‘Ya Hayyu Ya Qayyumu’ sebanyak seribu kali sepanjang malam
atau siang dan malam hari.
Sesungguhnya nasehatku ini jauh lebih berharga
daripada apapun yang berharga.
Amalkanlah dengan tetap, jangan kau tinggalkan
niscaya kau akan meraih kedudukan yang tertinggi.
Wallaahu a‘lam.

TIGA HAL PENYELAMAT, PERUSAK, PENINGGI DERAJAT DAN PENGHAPUS DOSA

Tiga Penyelamat, Perusak, Peninggi Derajat, dan Penghapus Dosa.

Setiap manusia yang hidup di dunia ini pasti menginginkan hidup bahagia dan sejahtera. Akan tetapi kadang dalam usaha meraihnya manusia menghalalkan segala cara dengan melanggar perintah Tuhannya. Pangkat atau kedudukan di dunia ini adalah hanyalah sementara tidak ada yang abadi, jadi kenapa kadang kita sampai melanggar perintah Tuhan hanya untuk mengejar yang fana??? Rasulullah saw memberikan resep bagaimana agar kita agar kita bisa mencapai kebahagiaan abadi di sisi Allah swt, dan terhindar dari kebinasaan. Dalam sebuah hadits yang terdapat dalam kitab Nashoihul ‘Ibad karya Syaikh Nawawi al-Bantani, Rasulullah saw memberikan nasehat tentang 3 hal, yaitu:
“Dari Abu Hurairah ra berkata bahwa Rasulullah saw pernah bersabda: ‘Ada tiga perkara yang dapat menyelamatkan manusia (dari siksa Allah); ada tiga perkara yang dapat membinasakan manusia; ada tiga perkara yang dapat meninggikan derajat manusia; dan ada tiga perkara yang dapat menghapus dosa.”
Tiga hal yang dapat menyelamatkan manusia (dari siksa Allah) adalah:
1. takut kepada Allah ta’ala, baik ketika berada di tempat sepi maupun ketika berada di tempat yang ramai;
2. berpola hidup hemat dan sederhana, baik saat tidak punya maupun saat berkecukupan;
3. selalu berlaku adil, baik saat senang maupun marah.
Tiga hal yang dapat membinasakan manusia adalah:
1. sangat bakhil;
2. senantiasa memperturutkan hawa nafsunya; dan
3. membanggakan diri sendiri.
Kriteria sangat bakhil atau kikir ialah tidak mau menunaikan hak Allah atau hak orang lain. Dalam riwayat lain disebutkan: “kikir yang ditaati”. Meskipun pada wataknya manusia itu kikir, tetapi jika tidak ditaati tidak akan membinasakan pelakunya.
Tiga hal yang dapat meninggikan derajat manusia ialah:
1. membudayakan ucapan salam (di kalangan kaum muslim);
2. suka memberi makan pada tamu dan orang yang lapar; dan
3. shalat Tahajjud pada tengah malam saat orang-orang sedang tidur nyenyak.
Adapun tiga hal yang dapat menghapuskan dosa adalah:
1. menyempurnakan wudhu’ meskipun cuaca sangat dingin;
2. melangkahkan kaki untuk melakukan shalat berjama’ah; dan
3. menunggu tibanya waktu shalat yang kedua usai mengerjakan shalat yang pertam.
Yang dimaksud dengan adil, baik saat senang maupun saat marah, adalah orang yang bersangkutan tetap berpegang teguh pada prinsip keadilan dan tidak mudah terpengaruh oleh emosinya, yang semuanya itu dilakukannya demi mangharap ridho Allah semata.

Kalau kita ingin selamat dunia akhirat, mari kita mencoba sedikit demi sedikit untuk mengamalkan isi yang ada pada hadits Nabi saw diatas. Semoga kita semua diberi kekuatan oleh Allah swt untuk mengamalkannya, serta selalu diberi hidayah, taufiq dan Kasih-Sayang-Nya. Ya muqolibul qulub tsabit qalbi ‘ala dinik, Amiiin.
Wallaahu a‘lam.

Minggu, 15 Agustus 2010

TANYA JAWAB ASWAJA

Bab II
Tanya jawab Aqidah ahlussunnah wal jama’ah

1. Apakah yang dimaksud dengan ilmu agama yang (hukum mempelajarinya) fardlu‘ain??

Jawab: Diwajibkan atas setiap mukallaf (baligh dan berakal) untuk mempelajari kadar ilmu agama yang ia butuhkan seperti masalah aqidah (keyakinan), bersuci, shalat, puasa, zakat bagi yang wajib mengeluarkannya, haji bagi yang mampu, maksiat-maksiat hati, tangan, mata dan lain-lain. Allah ta’ala berfirman:
“Katakanlah (wahai Muhammad) tidaklah sama orang yang mengetahui dan orang yang tidak mengetahui” (Q.S. az-Zumar: 9)

Dalam hadits disebutkan:
“Menuntut ilmu agama (yang dlaruri/pokok) adalah wajib atas setiap muslim (laki-laki dan perempuan)” (H.R. al-Bayhaqi)

2. Apakah hikmah dari penciptaan jin dan manusia ??

Jawab: Untuk diperintahkan Allah agar beribadah kepada-Nya. Allah ta’ala berfirma “Dan tiadalah aku ciptakan jin dan manusia kecuali (Aku perintahkan mereka) untuk beribadah kepada-Ku” (Q.S. adz- Dzariyat: 56)
Rasulullah shallallahu ‘alayhi wasallam bersabda:
“Hak Allah atas para hamba adalah mereka beribadah kepada-Nya dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatupun” (H.R. al Bukhari dan Muslim)

3. Bagaimanakah sahnya ibadah ??

Jawab: Beribadah kepada Allah (hanya) sah dilakukan oleh orang yang meyakini adanya Allah dan tidak menyerupakan-Nya dengan sesuatu apapun dari makhluk-Nya. Allah ta’ala berfirman:
“Dia (Allah) tidak menyerupai sesuatupun dari makhluk-Nya dan tidak ada sesuatupun yang menyerupai-Nya” (Q.S. asy-Syura:11)
Rasulullah shallallahu ‘alayhi wasallam bersabda:
“Tuhan tidak bisa dipikirkan (dibayangkan)” (H.R. Abu al Qasim al Anshari)
Al-Ghazali berkata:
“Tidak sah ibadah (seorang hamba) kecuali setelah mengetahui (Allah) yang wajib disembah”.

4. Kenapa Allah mengutus para rasul ??

Jawab: Allah mengutus para rasul untuk mengajarkan kepada umat manusia hal-hal yang membawa kemaslahatan (kebaikan) dalam agama dan dunia mereka. Dan untuk mengajak mereka menyembah Allah dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatupun. Allah ta’ala berfirman:
“…Maka Allah mengutus para nabi untuk memberikan kabar gembira dan memberi peringatan” (Q.S. al Baqarah: 213)
Rasulullah shallallahu ‘alayhi wasallam bersabda:
“Perkataan paling utama yang aku dan para nabi sebelumku ucapkan adalah “Laa ilaaha illaallah” (tiada yang disembah dengan benar kecuali Allah)” (H.R. al Bukhari)

5. Apakah arti Tauhid ?

Jawab: Tauhid adalah mensucikan (Allah) yang tidak mempunyai permulaan dari menyerupai makhluk-Nya”.
Sebagaimana dijelaskan oleh al-Imam al-Junayd. Maksud beliau dengan al-Qadim adalah Allah tidak mempunyai permulaan, sedangkan al-Muhdats adalah makhluk.
Pernyataan ini sekaligus mengandung bantahan terhadap keyakinan Hulul dan Wahdatul Wujud.
Allah ta’ala berfirman:
“Dia (Allah) tidak menyerupai sesuatupun dari makhluk- Nya dan tidak ada sesuatupun yang menyerupai-Nya” (Q.S. asy-Syura:11)
Suatu ketika Rasulullah shallallahu ‘alayhi wasallam ditanya: Perbuatan apa yang paling utama?? Rasulullah menjawab: “Iman kepada Allah dan Rasul-Nya” (H.R. al Bukhari)

6. Jelaskan mengenai keberadaan Allah !

Jawab: Allah ada, tidak ada keraguan akan ada-Nya. Ada tanpa disifati dengan sifat-sifat makhluk dan ada tanpa tempat dan arah. Dia tidak menyerupai sesuatupun dari makhluk-Nya dan tidak ada sesuatupun dari makhluk-Nya yang menyerupai-Nya.
Allah ta’ala berfirman:
“Tidak ada keraguan akan adanya Allah” (Q.S. Ibrahim: 10)
Rasulullah shallallahu ‘alayhi wasallam bersabda:
“Allah ada pada azal (keberadaan tanpa permulaan) dan tidak ada sesuatupun selain-Nya” (H.R. al Bukhari dan lainnya)

7. Apakah makna firman Allah: “Wa huwa ma’akum ainamaa kuntum”.

Jawab: Maknanya bahwa Allah mengetahui kalian di manapun kalian berada, sebagaimana dikatakan oleh Imam Sufyan ats-Tsauri, asy-Syafi’i, Ahmad, Malik dan lain-lain.
Allah ta’ala berfirman:
“Dan sesungguhnya Allah maha mengetahui segala sesuatu” (Q.S. ath-Thalaq: 12)
Rasulullah shallallahu ‘alayhi wasallam bersabda:
“Janganlah kalian memaksakan diri untuk mengeraskan suara (secara berlebihan), karena kalian tidak berdoa kepada Dzat yang tuli dan ghaib, sesungguhnya kalian berdoa kepada Dzat yang maha mendengar lagi maha dekat (secara maknawi, bukan secara fisik)” (H.R. al Bukhari)
Maknanya bahwa tidak ada sesuatu yang tersembunyi bagi Allah.

8. Apakah dosa yang paling besar ??

Jawab: Dosa paling besar adalah kufur. Dan termasuk kufur adalah syirik. Syirik adalah menyembah selain Allah. Allah ta’ala berfirman tentang Luqman, bahwa Luqman berkata:
“Wahai anakku, jangan menyekutukan Allah (syirik) karena menyekutukan Allah (syirik) adalah kezhaliman yang besar” (Q.S. Luqman: 13)
Rasulullah shallallahu ‘alayhi wasallam pernah ditanya: apakah dosa yang paling besar ?? beliau menjawab: “Engkau menyekutukan Allah padahal Ia telah menciptakanmu” (H.R. al-Bukhari dan lainnya)

9. Apakah arti ibadah ??

Jawab: Ibadah adalah puncak ketundukan dan ketaatan sebagaimana dikatakan oleh al- Hafizh as-Subki. Allah ta’ala berfirman:
“Tiada Tuhan yang berhak disembah kecuali Aku (Allah), maka beribadahlah kepada-Ku” (Q.S. al Anbiya’ : 25)

10. Apakah Doa terkadang bermakna ibadah ??

Jawab: Ya, Allah ta’ala berfirman:
“Katakanlah (wahai Muhammad) sesungguhnya aku hanyalah beribadah kepada Tuhanku dan tidak menyekutukan-Nya dengan seorangpun” (Q.S. al-Jinn: 20)
Maknanya bahwa aku menyembah atau beribadah kepada Allah. Allah juga berfirman:
“Maka janganlah kamu menyembah (beribadah) seorangpun di samping (menyembah) Allah” (Q.S. al- Jinn: 18)
Rasulullah shallallahu ‘alayhi wasallam bersabda yang maknanya adalah: “Doa adalah ibadah” (H.R. al- Bukhari). Makna ibadah dalam hadits ini adalah kebaikan.

11. Apakah Doa (kadang) mempunyai arti selain ibadah ?

Jawab: Ya, Allah ta’ala berfirman:
“Janganlah kamu jadikan doa (panggilan) Rasulullah di antara kamu seperti panggilan sebagian kamu kepada sebagian yang lain” (Q.S. an-Nur: 63)

12. Apakah hukum memanggil (Nida') seorang nabi atau seorang wali, meski tidak di hadapan keduanya, dan apa hukum meminta kepada nabi atau wali sesuatu yang biasanya tidak pernah diminta oleh umat manusia ??

Jawab: Itu semua boleh dilakukan, karena perbuatan seperti itu tidaklah dianggap beribadah kepada selain Allah. Ucapan “Wahai Rasulullah” semata bukanlah syirik. Dalam sebuah hadits yang tsabit disebutkan bahwa Bilal ibn al Harits al Muzani (salah seorang sahabat Nabi) mendatangi makam Rasulullah shallallahu ‘alayhi wasallam saat musim paceklik di masa pemerintahan Umar ibn al-Khaththab –semoga Allah meridlainya- lalu Bilal berkata (di depan makam Nabi): “Wahai Rasulullah ! mohonlah (kepada Allah) agar diturunkan air hujan untuk umatmu, karena sungguh mereka telah binasa” (H.R. al Bayhaqi dan lainnya). Apa yang dilakukan sahabat Bilal ini sama sekali tidak diingkari oleh sahabat Umar dan para sahabat lainnya, bahkan mereka menilai perbuatan tersebut bagus. Allah ta’ala berfirman:
“Sesungguhnya jikalau mereka ketika menzhalimi diri mereka (berbuat maksiat kepada Allah) kemudian datang kepadamu lalu memohon ampun kepada Allah, dan Rasulullah-pun memohonkan ampun untuk mereka, tentulah mereka mendapati Allah maha menerima taubat lagi maha penyayang” (Q.S. an-Nisa: 64)
Juga dalam hadits yang tsabit telah disebutkan: Bahwa Ibnu Umar mengatakan:
(wahai Muhammad) ketika merasakan semacam kelumpuhan pada kakinya (H.R. al- Bukhari dalam kitabnya al-Adab al-Mufrad)

13. Jelaskan mengenai arti “Istighatsah” dan “Isti’anah” disertai dengan dalil ??

Jawab: Istighatsah adalah meminta pertolongan ketika dalam keadaan sukar dan sulit. Sedangkan Isti’anah maknanya lebih luas dan umum. Allah ta’ala berfirman:
“Mintalah pertolongan dengan sabar dan shalat” (Q.S. al-Baqarah: 45)
Dalam hadits disebutkan: "Matahari akan mendekat ke kepala manusia di hari kiamat, ketika mereka berada pada kondisi seperti itu mereka beristighatsah (meminta pertolongan) kepada Nabi Adam" (H.R. al Bukhari). Hadits ini merupakan dalil dibolehkannya isti’anah (meminta pertolongan) secara umum kepada selain Allah. Namun hal itu harus disertai dengan keyakinan bahwa tidak ada yang bisa mendatangkan bahaya dan memberikan manfa’at secara hakiki kecuali Allah.

14. Terangkan tentang tawassul dengan para nabi??

Jawab: Para ulama sepakat bahwa tawassul dengan para nabi itu boleh. Tawassul adalah memohon datangnya manfa’at (kebaikan) atau dihindarkan dari mara bahaya (keburukan) dari Allah dengan menyebut nama seorang nabi atau wali untuk memuliakan (ikram) keduanya, dengan disertai keyakinan bahwa yang mendatangkan bahaya dan manfa’at secara hakiki hanyalah Allah semata. Allah ta’ala berfirman:
“Dan carilah hal-hal yang (bisa) mendekatkan diri kalian kepada Allah” (Q.S. al Mai-dah: 35)
Dalam hadits disebutkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alayhi wasallam mengajarkan kepada seorang yang buta untuk bertawassul dengannya. Lalu orang buta tersebut melaksanakannya di belakang (bukan di hadapan) Nabi, maka Allah mengembalikan penglihatannya (H.R. ath-Thabarani dan dishahihkannya)

15. Jelaskan mengenai tawassul dengan para wali ?!

Jawab: Boleh bertawassul dengan para wali, tidak diketahui ada orang yang menyalahi kebolehan ini dari kalangan Ahlul Haqq (orang-orang yang berada di jalur kebenaran), baik generasi Salaf maupun Khalaf. Dalam hadits diceritakan bahwa Umar bertawassul dengan ‘Abbas (paman Rasulullah). Umar berkata: “Ya Allah kami bertawassul kepada-Mu dengan paman Nabi kami (‘Abbas) (supaya Engkau turunkan air hujan)” (H.R. al- Bukhari)

16. Terangkan mengenai hadits al -Jariyah (sebuah hadits di mana Rasulullah bertanya kepada seorang budak perempuan: “Aina Allah??, lalu ia menjawab: Fi as-Sama”)!

Jawab: Hadits tersebut mudltharib (diriwayatkan dengan lafazh matan yang berbeda-beda dan saling bertentangan sehingga menjadikannya dihukumi sebagai hadits dla’if). Adapun sebagian ulama yang menganggapnya shahih, menurut mereka bukan berarti hadits ini mengandung makna bahwa Allah menempati langit. Imam an-Nawawi mengomentari hadits ini dengan mengatakan: “Aina Allah adalah pertanyaan tentang derajat dan kedudukan-Nya bukan mengenai tampat-Nya”. Aina Allah berarti seberapa besar pengagunganmu terhadap Allah??. Jawabannya: “Fi as-Sama” mempunyai makna bahwa Allah, derajat dan kedudukan-Nya sangat tinggi. Tidak boleh diyakini bahwa Rasulullah bertanya kepada budak perempuan tersebut tentang tempat (di mana) Allah ?? dan juga tidak boleh diyakini bahwa budak perempuan itu bermaksud Allah menempati langit. Imam Ali ibn Abi Thalib –semoga Allah meridlainya- berkata:
“Tidak boleh dikatakan di mana bagi Dzat yang menciptakan di mana (tempat) …” (Disebutkan dalam kitab ar-Risalah al-Qusyairiyyah karya Abu al-Qasim al-Qusyairi). Imam Abu Hanifah dalam kitabnya al Fiqh al Absath menyatakan:
“Allah ada pada azal (keberadaan tanpa permulaan) dan belum ada tempat, Dia ada (pada azal) dan belum ada tempat serta makhluk, dan Dia pencipta segala sesuatu”.
Allah ta’ala berfirman:
“Dia (Allah) tidak menyerupai sesuatupun dari makhluk- Nya dan tidak ada sesuatupun yang menyerupai-Nya” (Q.S. asy-Syura:11)
Dalam hadits:
“ Allah ada pada azal (keberadaan tanpa permulaan) dan belum ada sesuatu selain-Nya” (H.R. al Bukhari)

17. Orang yang mencaci maki Allah hukumnya adalah kafir. Jelaskan mengenai hal ini disertai dengan dalil !

Jawab: al-Qadli ‘Iyadl mengutip Ijma' (kesepakatan ulama) bahwa orang yang mencaci maki Allah adalah kafir meskipun dalam keadaan marah, bercanda atau hati yang tidak lapang (meski hatinya tidak ridla dengan makian terhadap Allah yang diucapkan oleh lisan). Allah ta’ala berfirman:
“Dan jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka katakan itu), tentulah mereka akan menjawab: “Sesungguhnya kami hanya bersenda gurau dan bermain-main saja”. Katakanlah (kepada mereka) Apakah terhadap Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kalian berolok-olok (melecehkan), tidak usah kalian meminta maaf, kalian benar-benar menjadi kafir setelah kalian beriman” (Q.S. at-Taubah: 65-66)
Rasulullah shallallahu ‘alayhi wasallam bersabda:
“Sungguh seorang hamba jika mengucapkan perkataan (yang melecehkan atau menghina Allah atau syari’at-Nya) yang dianggapnya tidak bahaya, (padahal perkataan tersebut) bisa menjerumuskannya ke (dasar) neraka (yang untuk mencapainya dibutuhkan waktu) 70 tahun (dan tidak akan dihuni kecuali oleh orang kafir)” (H.R. at-Tirmidzi dan ia menyatakan hadits ini hasan)

18. Sebutkan dalil dibolehkannya ziarah kubur bagi laki-laki dan perempuan ??

Jawab: Rasulullah shallallahu ‘alayhi wasallam bersabda:
“Lakukanlah ziarah kubur, karena sesungguhnya ia dapat mengingatkan kalian akan kehidupan akhirat” (H.R. al Bayhaqi)

19. Bagaimanakah cara masuk Islam ??

Jawab: Cara masuk Islam adalah dengan mengucapkan dua kalimat syahadat, bukan dengan mengucapkan “Astaghfirullah”. Adapun firman Allah tentang Nabi Nuh ‘alayhi as-salam bahwa ia mengatakan: “Faqultustaghfiruu rabbakum” (QS. Nuh: 10)
Maknanya adalah bahwa Nabi Nuh menyeru kepada kaumnya untuk masuk Islam dengan beriman kepada Allah dan Nabi-Nya Nuh ‘alayhi as-salam supaya Allah mengampuni mereka. Dalam hadits disebutkan:
“Aku diperintahkan untuk memerangi umat manusia sehingga mereka bersaksi bahwa tiada Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah dan aku adalah utusan Allah” (H.R. al- Bukhari dan Muslim)

20. Jelaskan mengenai hukum mengucapkan pujian (mad-h) untuk Rasulullah !

Jawab: Hukumnya boleh dengan Ijma' (kesepakatan para ulama').
Allah ta’ala berfirman:
“Dan sesungguhnya engkau wahai Muhammad mempunyai perilaku yang agung” (Q.S. al Qalam: 4)
Allah juga berfirman:
“… dan mereka memuji, mengagungkan dan membela Rasulullah” (QS. al-A’raf: 157)
Dalam sebuah hadits disebutkan bahwa suatu ketika ada sejumlah perempuan yang memuji Nabi shallallahu ‘alayhi wasallam dengan mengatakan di hadapan Nabi:
“Muhammad adalah seorang tetangga yang sangat agung” (H.R. Ibnu Majah)
Telah disebutkan dengan sanad yang shahih bahwa tidak sedikit sahabat Nabi yang memuji-muji Rasulullah shallallahu ‘alayhi wasallam seperti Hassan ibn Tsabit, 'Abbas dan yang lainnya, dan Rasulullah sendiri tidak mengingkari hal tersebut, bahkan sebaliknya justru menganggapnya sebagai perbuatan yang baik.

21. Jelaskan tentang siksa kubur !

Jawab: Beriman akan adanya siksa kubur adalah wajib, ketetapan akan adanya siksa kubur telah disepakati oleh umat Islam (Ijma’) dan barang siapa yang mengingkarinya maka ia telah kafir. Allah ta’ala berfirman:
“Kepada mereka (orang-orang kafir pengikut Fir’aun) dinampakkan neraka pada pagi dan petang (di kuburan mereka), dan pada hari terjadinya kiamat, (dikatakan kepada malaikat): Masukkan Fir’aun dan orang-orang yang mengikutinya dalam kekufuran ke dalam siksa (neraka) yang sangat pedih” (Q.S. Ghafir: 46)
Rasulullah shallallahu ‘alayhi wasallam bersabda:
Maknanya: “Mohonlah perlindungan kepada Allah dari siksa kubur” (H.R. al-Bukhari)

22. Apakah makhluk yang pertama kali diciptakan oleh Allah ??

Jawab: Makhluk pertama adalah air. Allah ta’ala berfirman:
“Dan telah Kami (Allah) ciptakan dari air segala sesuatu yang hidup (dan yang mati)” (Q.S. al Anbiya’: 30)
Rasulullah shallallahu ‘alayhi wasallam bersabda:
“Segala sesuatu diciptakan dari air” (H.R. Ibn Hibban)

23. Terangkan mengenai macam-macam Bid’ah dan sebutkan dalil yang menunjukkan adanya Bid’ah Hasanah (yang baik) !

Jawab: Bid’ah secara etimologi adalah segala hal yang diadakan tanpa ada contoh sebelumnya. Adapun dalam tinjauan syara’, Bid’ah terbagi menjadi dua; Bid’ah Huda (baik) dan Bid’ah Dlalalah (sesat). Allah ta’ala berfirman:
“… dan mereka mengada-adakan rahbaniyyah padahal kami tidak mewajibkannya kepada mereka tetapi (mereka sendirilah yang mengada-adakannya) untuk mencari keridlaan Allah” (Q.S. al Hadid: 27)
Allah memuji perbuatan para pengikut nabi Isa ‘alayhissalam yang muslim, yaitu melakukan rahbaniyyah (menjauhkan diri dari hal- hal yang mendatangkan kesenangan nafsu, supaya bisa berkonsentrasi penuh dalam melakukan ibadah), padahal hal itu tidak diwajibkan atas mereka. Hal ini mereka lakukan semata-mata untuk mencari ridla Allah.
Dalam hadits disebutkan:
“Barang siapa yang merintis (memulai) dalam Islam perbuatan yang baik, maka ia mendapatkan pahalanya dan pahala orang-orang setelahnya yang melakukan perbuatan baik tersebut” (H.R. Muslim)
Para sahabat Nabi dan generasi muslim setelahnya banyak melakukan hal-hal baru (yang tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah) yang baik dalam agama, dan umat Islam menerima hal itu seperti membangun mihrab (tempat imam di masjid), adzan kedua untuk shalat jum’at, pemberian titik dalam mushhaf (al-Qur’an) dan peringatan maulid Nabi Saw.

24. Jelaskan mengenai perbuatan sihir !

Jawab: Melakukan sihir hukumnya adalah haram. Allah berfirman:
“Dan tidaklah Nabi Sulaiman itu kafir, akan tetapi syetan-syetan itulah yang kafir, mereka mengajarkan sihir kepada manusia (dengan meyakini bahwa hal ini sebagai perkara yang halal dan boleh)” (Q.S. al Baqarah: 102)
Rasulullah shallallahu ‘alayhi wasallam bersabda yang maknanya:
“Jauhilah tujuh hal yang membinasakan. Beliau ditanya: Apa saja tujuh hal itu, wahai Rasulullah ?, beliau menjawab: Menyekutukan Allah, sihir…”(H.R. Muslim)

25. Sebutkan dalil bahwa orang yang melempar lembaran bertuliskan nama Allah ke tempat-tempat kotor (menjijikkan) dengan maksud melecehkan telah kafir !

Jawab: Tidak boleh melemparkan lembaran bertuliskan nama Allah ke tempat kotor (menjijikkan). Dan barang siapa melakukan hal itu dengan maksud melecehkan (menghina) maka ia telah kafir.
Allah ta’ala berfirman:
“Katakanlah wahai Muhammad (kepada mereka) Apakah terhadap Allah, ayat-ayat-Nya dan rasul-Nya kalian berolok-olok (melecehkan), tidak usah kalian meminta maaf, kalian benar-benar menjadi kafir setelah kalian beriman” (Q.S. at-Taubah: 65-66)
Ibn Abidin berkata: “Telah kafir (keluar dari Islam) orang yang melempar mushhaf (al- Qur’an) ke tempat-tempat kotor (menjijikkan) sekalipun niatnya tidak bermaksud melecehkan karena perbuatanny itu (sudah) menunjukkan pelecehan (penghinaan)”.

26. Apakah hukum nadzar ?

Jawab: Dibolehkan bernadzar dalam ketaatan kepada Allah, dan nadzar wajib dipenuhi (dilaksanakan). Adapun nadzar dalam hal yang diharamkan maka hukumnya tidak boleh dan tidak wajib dipenuhi. Allah berfirman:
“Mereka (senantiasa) memenuhi nadzar” (QS. al Insan: 7)
Dalam hadits juga disebutkan:
“Barang siapa yang bernadzar untuk mentaati Allah maka haruslah ia taat kepada-Nya, dan barang siapa bernadzar untuk bermaksiat kepada-Nya maka janganlah ia bermaksiat kepada-Nya” (H.R. al Bukhari)

27. Sebutkan dalil bahwa suara perempuan itu bukan aurat !

Jawab: Allah ta’ala berfirman:
“Dan katakanlah (wahai para istri Nabi) perkataan yang baik” (Q.S. al Ahzab: 22)
Al-Ahnaf ibn Qais berkata: “Aku telah mendengar hadits dari mulut Abu Bakr, Umar, Utsman dan Ali. Dan aku tidak pernah mendengar hadits sebagaimana aku mendengarnya dari mulut ‘Aisyah” (H.R. al Hakim dalam kitab al Mustadrak)

28. Jelaskan mengenai sifat kalam Allah !

Jawab: Allah mempunyai sifat kalam yang tidak serupa dengan kalam kita. Sifat kalam-Nya bukan berupa huruf, suara dan bahasa. Allah ta’ala berfirman:
“Dan Allah telah benar-benar memperdengarkan kalam- Nya kepada Musa” (Q.S. an-Nisa: 164)
Imam Abu Hanifah dalam kitab al Fiqh al Absath mengatakan:
“Allah mempunyai sifat kalam yang tidak menyerupai pembicaraan kita, kita berbicara menggunakan organ-organ pembicaraan dan huruf, sedangkan kalam Allah tidaklah dengan organ-organ pembicaraan dan huruf”.

29. Apa makna firman Allah : “Arrahmanu ‘alal’arsyistawaa”

Jawab: Imam Malik berkata:
“Istawa sebagaimana Ia mensifati Dzat-Nya, tidak dikatakan (mengenai istawa) bagaimana, dan sifat-sifat makhluk mustahil bagi-Nya”.
Al-Kayf adalah sifat makhluk. Diantara sifat makhluk adalah duduk, bersemayam dan menempati suatu tempat dan arah. Imam al-Qusyairi berkata: “Istawa berarti hafizha, qahara dan abqa; memelihara, menundukkan dan menguasai, serta menetapkan”.
Tidak boleh diyakini bahwa Allah duduk atau bersemayam di atas ‘arsy, karena keyakinan seperti ini adalah aqidah orang-orang yahudi. Dan aqidah ini merupakan pendustaan terhadap firman Allah:
“Maka janganlah kalian mengadakan serupa-serupa bagi Allah” (Q.S. an-Nahl: 74)
Allah ta’ala berfirman:
“Dan mereka berkumpul untuk dihisab oleh Allah yang Maha Esa lagi Maha menundukkan dan menguasai” (Q.S. Ibrahim: 48)
Imam Ali ibn Abi Thalib -radhiyallahu ‘anhu- berkata:
“Sesungguhnya Allah menciptakan ‘arsy untuk menampakkan kekuasaan-Nya, bukan untuk dijadikan tempat bagi Dzat-Nya” (diriwayatkan oleh Abu Manshur al Baghdadi)

30. Terangkan mengenai Qadar (takdir) !

Jawab: Segala sesuatu yang terjadi di dunia ini; kebaikan, keburukan, ketaatan, kemaksiatan, keimanan, kekufuran terjadi dengan takdir Allah, masyi-ah (kehendak)-Nya dan diketahui oleh-Nya. Kebaikan, keimanan dan ketaatan terjadi atas ketentuan Allah dan hal itu dicintai serta diridlai-Nya. Sedangkan keburukan, kemaksiatan dan kekufuran juga terjadi dengan ketentuan Allah, namun tidak dicintai dan tidak diridlai-Nya. Dan tidak boleh dikatakan takdir Allah (sifat maha menentukan) yang merupakan sifat-Nya adalah buruk.
Allah ta’ala berfirman:
“Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu menurut ukuran (ketentuan)” (Q.S. al- Qamar: 49)
Dalam hadits disebutkan:
“Segala sesuatu terjadi dengan pengaturan (ketetapan Allah) sampai tumpulnya otak dan kecerdasan” (H.R. Muslim)

31. Sebutkan dalil diharamkannya seorang laki-laki berjabat tangan dengan perempuan yang bukan mahramnya !

Jawab: Rasulullah shallallahu ‘alayhi wasallam bersabda:
“Jika salah seorang di antara kalian ditusuk kepalanya dengan sebuah besi, itu lebih ringan baginya dari pada disiksa karena menyentuh seorang perempuan yang tidak halal baginya” (H.R. ad- Daraquthni)
Dalam hadits lain beliau juga bersabda:
“Dan zina tangan adalah menyentuh” (H.R. al Bukhari)

32. Jelaskan tentang menbaca al Qur’an untuk mayit !

Jawab: Membaca al-Qur’an untuk mayit muslim hukumnya boleh.Allah ta’ala berfirman:
“Dan lakukanlah kebaikan” (Q.S. al-Hajj: 77) Rasulullah shallallahu ‘alayhi wasallam bersabda:
“Bacalah untuk mayit-mayit kalian surat Yasin” (H.R. Ibnu Hibban dan dishahihkannya)
Ahlussunnah sepakat dibolehkannya membaca al Qur’an untuk mayit dan bahwa bacaan itu bermanfaat bagi si mayit. Al-Imam asy- Syafi’i berkata: “Adalah kebaikan apabila dibacakan di atas kuburan mayit muslim beberapa ayat al Qur’an dan lebih baik jika dibacakan al-Qur’an seluruhnya” (dituturkan oleh Imam an-Nawawi dalam Riyadlus-shalihin)

33. Sebutkan dalil bahwa shadaqah bisa memberikan manfaat terhadap mayit !

Jawab: Rasulullah shallallahu ‘alayhi wasallam bersabda:
”Apabila seseorang meninggal dunia, terputuslah amal perbuatannya (yang dapat terus mengalirkan pahala untuknya), kecuali tiga hal: shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat dan anak shalih yang mendo’akannya” (H.R. Ibnu Hibban).
Ketiga hal tersebut adalah di antara amal yang bisa dirasakan manfaatnya oleh mayit muslim karena dialah penyebab terjadinya. Begitu juga firman Allah:
“Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya,. (QS. An-Najm: 39)
Yakni perbuatan baik yang ia lakukan sendiri, hal itu bermanfaat baginya. Dan perbuatan baik yang dilakukan orang lain untuknya yang bukan perbuatannya sendiri, hal ini juga bermanfaat baginya karena fadll (karunia dan kemurahan) Allah ta’ala kepadanya. Sebagai misal adalah shalat jenazah, ia bukan amal perbuatan yang dilakukan mayit, tapi mayit merasakan manfa’at dari shalat tersebut. Dan juga seperti doa Rasulullah untuk orang lain. Doa itu bukan perbuatan orang yang didoakan, namun doa tersebut bisa dirasakan manfaatnya, seperti doa Rasulullah shallallahu ‘alayhi wasallam untuk Ibnu 'Abbas:
“Ya Allah ajarilah ia hikmah dan (kemampuan untuk) mentakwil al-Qur’an” (H.R. Bukhari)

34. Sebutkan dalil dibolehkannya qiyam Ramadlan lebih dari 11 raka’at !

Jawab: Allah ta’ala berfirman:
“Dan lakukan kebaikan supaya kalian beruntung” (Q.S. al Hajj: 77)
Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam bersabda:
“Shalat malam itu dilakukan dua raka’at dua raka’at” (H.R. Bukhari)
Beliau juga bersabda:
“Shalat adalah (termasuk) amal yang terbaik, maka barangsiapa berkehendak, ia (boleh) menyedikitkan bilangan raka’atnya dan barangsiapa berkehendak, ia (boleh) memperbanyak (bilangan raka’atnya) –yang dimaksud dalam hal ini adalah shalat sunnah (nawafil) -” (H.R. Muslim)

35. Apa dalil dibolehkannya menggunakan rebana?

Jawab: Abu Dawud meriwayatkan bahwa ada seorang perempuan yang berkata kepada Rasulullah shallallahu ‘alayhi wasallam
“Sungguh aku telah bernadzar untuk memukul rebana di depan engkau, jika Allah mengembalikanmu dalam keadaan selamat”. Beliau menjawab: ”Jika engkau telah bernadzar, maka penuhilah (laksanakan) nadzarmu !”.

36. Siapakah nabi dan rasul pertama?

Jawab: Nabi dan rasul yang pertama adalah Adam 'alayhissalam.
Allah ta'ala berfirman:
"Sesungguhnya Allah ta'ala memilih Adam dan Nuh (sebagai nabi)…" (Q.S. Ali Imran: 33)
Rasulullah shallallahu 'alayhi wasallam bersabda yang maknanya:
"Adam dan nabi-nabi yang lain di bawah benderaku pada hari kiamat" (H.R. at- Tirmidzi)

37. Sebutkan sifat-sifat yang pasti (wajib) berlaku bagi para nabi dan sifat-sifat yang mustahil ada pada mereka !

Jawab: Para nabi wajib (pasti) bersifat jujur, amanah (dapat dipercaya), sangat cerdas, menjaga diri dari perbuatan-perbuatan yang tercela, pemberani dan fashih dalam berbicara. Mustahil bagi mereka berdusta, khiyanah (tidak dapat dipercaya), berbuat tercela, zina dan dosa-dosa besar lainnya serta kekufuran, baik sebelum diangkat menjadi nabi maupun setelahnya. Allah ta'ala berfirman:
"Dan masing-masing nabi itu kami lebihkan derajat mereka di atas umat seluruhnya" (Q.S. al An'am: 86)
Dalam hadits disebutkan:
"Tidaklah Allah mengutus seorang nabi kecuali bagus rupanya dan indah suaranya" (H.R. at-Tirmidzi)

38. Apakah makna firman Allah ”Lam yalid wa Lam Yuulad”

Jawab : Bahwa Allah tidak berasal dari sesuatu (tidak diperanakkan) dan tidak terlepas dari-Nya sesuatu (tidak beranak). Allah tidak menempati sesuatu, tidak terlepas dari-Nya sesuatu dan tidak ditempati oleh sesuatu. Al Imam Ja'far ash-Shadiq berkata:
"Barang siapa beranggapan bahwa Allah di dalam sesuatu, dari sesuatu atau di atas sesuatu, sungguh ia telah musyrik". (diriwayatkan oleh Abu al Qasim al Qusyairi dalam ar-Risalah al Qusyairiyyah)

39. Sebutkan dalil dibolehkannya membaca shalawat atas nabi Muhammad shallallahu 'alayhi wasallam setelah adzan !

Jawab: Bershalawat atas Nabi shallallahu 'alayhi wasallam setelah adzan adalah boleh. Tidak perlu didengarkan pendapat orang yang mengharamkannya Allah ta'ala berfirman:
"Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi, Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kalian untuk Nabi dan ucapkanlah salam kepadanya" (Q.S. al Ahzab: 56)
Rasulullah shallallahu 'alayhi wasallam bersabda:
"Apabila kalian mendengar muadzdzin (orang yang mengumandangkan adzan), maka ucapkanlah seperti yang diucapkannya kemudian bacalah shalawat untukku" (H.R. Muslim)
Beliau juga bersabda:
"Barang siapa menyebutku maka hendaklah bershalawat untukku" (H.R. al-Hafizh as-Sakhawi)

40. Apakah pengertian riddah dan sebutkan macam-macamnya!

Jawab: Riddah adalah memutus keislaman (orangnya disebut murtad) dengan kekufuran. Riddah terbagi tiga:
1. Riddah Qauliyyah (perkataan) seperti mencaci maki Allah, para nabi atau Islam, walaupun dalam keadaan marah.
2. Riddah Fi'liyyah (perbuatan) seperti melempar mushhaf (al-Qur'an) ke tempat-tempat kotor dan juga seperti menginjak mushhaf.
3. Riddah Qalbiyyah (hati) seperti meyakini bahwa Allah adalah benda atau roh, meyakini bahwa Allah duduk di atas 'arsy atau menempati langit atau meyakini bahwa Dzat Allah berada di semua tempat atau di suatu arah.
Allah ta'ala berfirman:
"Dan mereka telah benar-benar mengatakan perkataan kufur, mereka telah kafir setelah keislaman mereka" (Q.S. at-Taubah: 74)
Allah ta’ala berfirman:
"Janganlah kalian bersujud kepada matahari dan rembulan" (Q.S. Fushshilat: 37)
Rasulullah shallallahu 'alayhi wasallam bersabda:
"Sesungguhnya seorang hamba jika mengucapkan perkataan (yang melecehkan atau menghina Allah atau syari'at-Nya) yang tidak dianggapnya bahaya, (padahal perkataan tersebut) bisa menjerumuskannya ke (dasar) neraka (yang kedalamannya) lebih jauh daripada jarak antara timur dan barat" (H.R. al Bukhari dan Muslim)

41. Sebutkan dalil dibolehkannya peringatan maulid Nabi shallallahu 'alayhi wasallam !

Jawab: Allah ta'ala berfirman:
"Dan lakukanlah kebaikan supaya kalian beruntung" (Q.S. al Hajj : 77)
Dalam hadits Rasulullah shallallahu 'alayhi wasallam bersabda:
"Barang siapa memulai (merintis) dalam Islam perbuatan yang baik maka (akan) memperoleh pahalanya" (H.R. Muslim)

42. Apakah yang dimaksud sabda Nabi : “Idza sa-alta faas-alillah wa idzaasta’anta faasta’in billaah”.

Jawab: Bahwa yang lebih baik untuk dimohon dan dimintai pertolongan adalah Allah. Hadits ini tidak bermakna: "Jangan memohon dan jangan meminta pertolongan kepada selain Allah". Hadits di atas serupa dengan hadits riwayat Ibnu Hibban:
"Yang paling layak untuk diberi makanan adalah orang bertaqwa dan yang layak dijadikan kawan adalah seorang mukmin". Hadits tersebut tidak berarti haram memberi makan kepada selain orang mukmin dan haram menjadikannya sebagai teman.
Allah ta'ala memuji kaum muslimin di dalam al-Qur'an dengan firman-Nya:
"Dan mereka memberikan makanan karena Allah kepada orang miskin, anak yatim dan orang kafir yang ditawan" (Q.S. al-Insan: 8)
Dalam shahih al-Bukhari dan shahih Muslim diceritakan mengenai tiga orang yang meminta kepada Allah dengan wasilah amal shalih mereka, sehingga Allah memudahkan kesulitan mereka.

43. Sebutkan dalil dibolehkannya ziarah ke makam Rasulullah bagi laki-laki dan perempuan !

Jawab: Disunnahkan berziarah ke makam Nabi dengan Ijma' (kesepakatan para ulama) sebagaimana dikutip oleh al-Qadhi 'Iyadh, an-Nawawi.
Allah ta'ala berfirman:
"Sesungguhnya jikalau mereka ketika menzhalimi diri mereka (berbuat maksiat kepada Allah), kemudian datang kepadamu lalu memohon ampun kepada Allah, dan Rasul pun memohonkan ampun untuk mereka, tentulah mereka mendapati Allah maha penerima taubat lagi maha penyayang" (Q.S. an-Nisa' : 64)
Rasulullah shallallahu 'alayhi wasallam bersabda:
"Barang siapa berziarah ke makamku, maka pasti ia akan memperoleh syafa'atku" (H.R. ad-Daraquthni dan dinilai kuat oleh al Hafizh as-Subki)
Sedangkan hadits: “Laa tusyaddurrichaalu illa ilaa tsalaatsati masaajida.....”.
maksudnya adalah barangsiapa berkeinginan melakukan perjalanan untuk tujuan shalat di suatu masjid, hendaklah ia pergi ke tiga masjid (masjid al-Haram, masjid an-Nabawi dan masjid al-Aqsha), karena shalat di tiga masjid tersebut pahalanya dilipatgandakan. Anjuran tersebut diartikan sebagai sunnah hukumnya, bukan wajib. Jadi hadits tersebut khusus menerangkan tentang melakukan perjalanan untuk tujuan shalat. Di dalamnya tidak ada keterangan bahwa tidak boleh berziarah ke makam Nabi shallallahu 'alayhi wasallam.

44. Sebutkan dalil dibolehkannya tabarruk (mengambil berkah atau mencari tambahan kebaikan) !

Jawab: Bertabarruk dengan Nabi dan semua peninggalannya (atsar) adalah boleh. Allah ta'ala berfirman mengenai ucapan Nabi Yusuf 'alayhissalam :
"Pergilah kamu dengan membawa gamisku ini, lalu letakkanlah ke wajah ayahku nanti ia akan melihat kembali" (Q.S. Yusuf: 93)
Dalam hadits disebutkan: "Rasulullah shallallahu 'alayhi wasallam membagi-bagikan rambutnya kepada orang-orang supaya mereka bertabarruk dengannya" (H.R. al-Bukhari dan Muslim)

45. Apakah dalil dibolehkannya memakai hirz yang di dalamnya hanya tertulis al- Qur'an dan semacamnya, dan tidak ada sama sekali di dalamnya lafazh-lafazh tidak jelas yang diharamkan ?

Jawab: Allah ta'ala berfirman:
"Dan kami turunkan dari al-Qur'an sesuatu yang di dalamnya terdapat obat kesembuhan dan rahmat bagi orang-orang yang beriman" (Q.S. al Isra': 82)

Dalam hadits disebutkan bahwa 'Abdullah ibn 'Amr berkata:
"Kami dulu mengajarkan ayat-ayat al-Qur'an kepada anak-anak kami, dan kepada anak yang belum baligh kami menulisnya di atas kertas lalu menggantungkannya di atas dadanya" (H.R. at-Tirmidzi)

46. Terangkan mengenai menyebut nama Allah (dzikrullah) ketika mengiringi jenazah !

Jawab: Menyebut nama Allah (dzikrullah) ketika mengiringi jenazah hukumnya boleh tanpa ada khilaf (perbedaan pendapat). Allah berfirman:
"Hai orang-orang yang beriman, berdzikirlah (menyebut nama Allah) dengan dzikir yang sebanyak-banyaknya" (Q.S. al Ahzab: 41)
Allah ta'ala juga berfirman:
"(Yaitu)..... orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring" (Q.S. Ali Imran: 191)
Dalam hadits diterangkan bahwa Rasulullah shallallahu 'alayhi wasallam berdzikir (menyebut nama Allah) dalam setiap situasi dan kondisi (H.R. Muslim)

47. Jelaskan tentang takwil !

Jawab: Takwil adalah memahami nash (al Qur'an dan Hadits) bukan secara zhahirnya. Takwil diperbolehkan terhadap ayat-ayat dan hadits yang zhahirnya mengundang pembaca untuk memahami makna yang rusak dan tidak benar (padahal sesungguhnya makna ayat atau hadits tersebut tidak demikian), bahwa Allah memiliki tangan (yang merupakan anggota badan), muka (yang merupakan anggota badan) atau Ia duduk di atas 'Arsy, menempati suatu arah atau disifati dengan salah satu sifat makhluk. Allah berfirman:
"Tidak ada yang mengetahui takwilnya (ayat-ayat mutasyabihat) kecuali Allah dan orang-orang yang mendalam ilmunya" (Q.S. Ali Imran: 7)
Dalam hadits disebutkan bahwa Nabi berdoa untuk Ibn Abbas:
"Ya Allah ajarilah ia hikmah dan (kemampuan untuk) mentakwil al Qur'an"
(H.R. al Bukhari, Ibnu Majah dan al Hafizh Ibn al Jawzi)

48. Sebutkan dalil yang menerangkan bahwa iman adalah syarat diterimanya amal shalih!

Jawab: Allah berfirman:
"Barang siapa yang mengerjakan amal-amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan sedang ia orang beriman (artinya ini adalah syarat), maka mereka itu akan masuk surga dan mereka tidak dianiaya sama sekali" (Q.S. an-Nisa: 124)
Rasulullah shallallahu 'alayhi wasallam bersabda
"Perbuatan yang paling utama (secara mutlak) adalah beriman kepada Allah dan rasul-Nya" (H.R. al Bukhari)

49. Apakah makna firman Allah : “Kullu syai-un illa wajhah”.

Jawab: al-Imam al-Bukhari berkata : “Illa wajhah” "kecuali sulthan (tasharruf –kekuasaan-)Allah". Al-Imam Sufyan ats-Tsauri mengatakan: "…Kecuali amal shaleh yang dilakukan hanya untuk mengharap ridla Allah".

50. Apakah makna firman Allah : “A-amintum man fiissamaa-I an-yakhsifa bikumul ardh” (QS. Al-Mulik : 16)

Jawab: Pakar tafsir, al Fakhr ar-Razi dalam tafsirnya dan Abu Hayyan al-Andalusi dalam tafsir al-Bahr al-Muhith mengatakan: "Yang dimaksud “Man fiissamaa-I” dalam ayat tersebut adalah malaikat". Ayat tersebut tidak bermakna bahwa Allah bertempat di langit.

51. Apakah makna firman Allah ta'ala : “Wassamaa-a banainaa bi-aidin wa inna lamuusi’uun”. (QS. ad-Dzariyyaat: 47)

Jawab: Ibnu Abbas mengatakan: "Yang dimaksud “Bi-aidin” adalah "dengan kekuasaan", bukan maksudnya tangan yang merupakan anggota badan (jarihah) kita, karena Allah maha suci darinya.



Kepustakaan.

Al Asfarayini, Abu al Muzhaffar, at-Tabshir fi ad-Din, Beirut: 'Alam al Kutub.
Al Ashbahani, Abu Nu'aym, Hilyah al Auliya, Beirut: Dar al Kutub alArabi.
Al Asqalani, Ibn Hajar, Fath al Bari Syarh Shahih al Bukhari, Beirut: Dar Ma'rifah.
Al Baghdadi, Abu Manshur, al Farqu Bayna al Firaq, Kairo: Maktabah Shabih.
Al Bantani, Muhammad Nawawi, at-Tafsir al Munir.
Al Bayhaqi, al Asma wa ash-Shifat, Beirut: Dar Ihya' at-Turats al Arabi.
__________, ad-Da'awat al Kabir, Kuwait: tp.
Al Bayyadhi, Isyarah al Maram min Ibarat al Imam, Kairo: Musthafa al Halabi.
Al Buhuti, Manshur, Kasysyaf al Qina' 'an Matn al Iqna', Beirut: 'Alam al Kutub.
Al Bukhari, Shahih al Bukhari, Beirut: Dar al Jinan.
Al Ghazali, Abu Hamid, Ihya' 'Ulumuddin, Beirut: Dar al Ma'rifah.
Al Hakim, al Mustadrak 'ala Shahihayn, Beirut: Dar al Ma'rifah.
Al Harari, Abdullah, Izhhar al 'Aqidah as-Sunniyyah bi Syarhi al'Aqidah ath-Thahawiyyah, Beirut : Dar al Masyari'.
__________, al Maqalat as-Sunniyah fi Kasufi Dhalalat Ahmad ibn Taymiyah, Beirut: Dar al Masyari'.
__________, Sharih al Bayan fi ar-Radd 'ala man Khalafa al Qur'an, Beirut: Dar al Masyari'.
__________, al Gharah al Imaniyyah fi ar-Radd Mafasid at-Tahririyyah, Beirut: Dar al Masyari'.
Al Haytami, Ibnu Hajar, al Minhaj al Qawim –bi Hamisyi al Hawasyi al Madaniyyah-, Damaskus: Maktabah al Ghazali.
Al Haytsami, Majma' az-Zawa-id wa Manba' al Fawa-id, Beirut: Dar al Kutub al Ilmiyah.
Al Husni, Taqiy ad-Din, KIfayah al Akhyar, Beirut: Dar al Fikr.
Ibnu 'Asakir, Tabyin Kadzib al Muftari, Beirut: Dar al Kitab al 'Arabi. Ibn al Hajj, al Madkhal, Beirut: Dar al Kitab al 'Arabi.
Ibnu Hanbal, Ahmad, Musnad Ahmad, Beirut: Thab'ah Zuhair asy- Syawisy.
Ibn al Jarud, Muntaqa al Akhbar, Beirut: Dar Ihya' Turats al 'Arabi.
Ibn al Jauzi, Abd ar-Rahman, Daf'u Syubah at-Tasybih, Kairo: al
Maktabah at-Taufiqiyyah.
Ibn as-Sunniy, 'Amal al Yawm wa al Laylah, Beirut: Muassasah al
Kutub as-Tsaqafiyah.
'Illasy, Muhammad, Minah al Jalil Syarh Mukhtashar Khalil, Beirut: Dar al Fikr.
Al Mardawi, al Inshaf fi Ma'rifah ar-Rajih min al Khilaf, Beirut: Dar Ihya'
al Turats al 'Arabi.
Al Maturidi, Abu Manshur, Ta'wilat ahl as-Sunnah wa al Jama'ah, Beirut: Dar Ihya' Turats al 'Arabi.
An-Naisaburi, Muslim, Shahih Muslim, Beirut: Dar Ihya' at-Turats al
'Arabi.
An-Nasa-i, 'Amal al Yawm wa al-Laylah, Beirut: Mu-assasah ar-Risalah, Beirut.
An-Nawawi, Syarah Shahih Muslim, Beirut: Dar Ihya' at-Turats al
'Arabi.
___________, Rawdlah at-Thalibin, Beirut: Thab'ah Zuhair as-Syawisy'. Al Qazwini, Ibn Majah, Sunan Ibn Majah, Beirut: al maktabah al
Ilmiyah.
Al Qurthubi, al Jami' li Ahkam al Qur'an, Beirut: Dar al Kitab al 'Arabi.
Ar-Rafi'i, Abd al Karim, Sawad al 'Aynayn fi Manaqib al Ghawts Abi al
'Alamayn, Beirut: Dar al Masyari'.
As-Shayyadi, Abu al Huda, Kairo: at-Thariqah ar-Rifa'iyyah, Mathba'ah as-Sa'adah.
As-Sya'rani, Abd al Wahhab, al Yawaqit wa al Jawahir, Beirut: Dar al
Fikr.
As-Subki, Taqiy ad-Din, as-Sayf as-Shaqil fi ar-Radd 'ala Ibn Zafil, Kairo:
tp.
As-Suyuthi, Jalal ad-Din, al Hawi li al Fatawi, Beirut: Dar al Kutub al
Ilimiyah.
At-Tamimi, Abu al Fadl, I'tiqad al Imam Ahmad, Manuskrip.
At-Tarmasi, Muhammad Mahfuzh, Mawhibah Dzi al Fadl 'ala Syarh Ibn
Hajar 'ala Muqaddimah Bafadlal, Kairo: al Matba'ah as-Syarqiyah. At-Thabari, Ibnu Jarir, Tahdzib al Atsar, Kairo: tp.
At-Thabrani, al Mu'jam al Kabir, Awqaf Baghdad, Irak.
___________, al Mu'jam as-Shaghir, Beirut: Muassasah al Kutub at- Tsaqafiyah.
At-Tirmidzi, Sunan at-Tirmidzi, Beirut: Dar al Kitab al 'Ilmiyah.
Az-Zabidi, Murtadla, Ithaf Saadah al Muttaqin bi Syarh Ihya' Ulum ad- Din, Beirut: Dar al Fikr.
Az-Zajjaji, Isytiqaq Asma Allah al Husna, Beirut: Muassasah ar-Risalah. Az-Zarkasyi, Bard ad-Din, Tasynif al Masami', Manuskrip.

JAwaban atas pernyataan yg menyudutkan aswaja

JAWABAN ATAS PERNYATAAN YANG MENYUDUTKAN AHLUSSUNNAH WALJAMAAH

Telah disampaikan kepada saya mengenai lembaran pernyataan yang menyudutkan ahlussunnah waljamaah, pertama kali yang muncul dalam hati saya adalah :
1. Lembaran ini bermaksud memecah belah kaum muslimin, membawa fitnah untuk merisaukan masyarakat awam.
2. Saya tak percaya bahwa lembaran ini ditulis oleh para ulama, karena terlalu dangkal sekali dan menunjukkan kebodohan dan awam terhadap ilmu syariah, barangkali lembaran ini hanya ditulis oleh para pemuda yang iseng belaka, namun saya akan coba jelaskan satu persatu Insya Allah.

DALAM HAL SHOLAT
1. Agar meninggalkan kebiasaan membaca Usholi dengan suara keras. Karena niat itu pekerjaan hati, cukup dalam hati saja.
JAWAB
Hal ini merupakan ijtihad Imam Syafii Rahimahullah, barangkali anda belum mengenal siapa imam syafii, Imam Syafi’i adalah Imam besar yang lahir pada th 150 H, beliau adalah murid Al-hafidh Al-Muhaddits Imam Malik rahimahullah, beliau sudah hafidh al-Qur’an sebelum usia baligh, dan ia sudah melewati derajat Al-Hafidh dimasa mudanya, yaitu telah hafal 100 ribu hadits dengan sanad dan matan, dan beliau telah pula melewati derajat Al-Hujjah dimasa dewasanya, yaitu hafal 300 ribu hadits dengan sanad dan matan. Beliau kemudian terus memperdalam Syariah dan hadits hingga diakui oleh para Muhadditsin sebagai Imam, dan salah satu murid beliau sendiri yaitu Imam Hanbali
(Ahmad bin Hanbal) hafal 1 Juta hadits dengan sanad dan matan, dan murid Imam syafi’i banyak yang sudah menjadi Muhaddits dan Imam pula, ratusan para Muhaddits dan Imam yang juga bermadzhabkan syafii jauh setelah beliau wafat, diantaranya Al-hafidh Al-Muhaddits Imam Jalaluddin Abdurrahman Assuyuthi, Imam Al-Hafidh Al- Muhaddits Syarafuddin Abu Zakariya Yahya bin Syaraf Annawawi, Al-Hafidh Al-Imam Ibn Hajar Al-Atsqalaniy dan imam imam lainnya.

Maka sangkalan anda batil karena anda hanya menyangkal tanpa ilmu, bukan seorang mujtahid, apalagi Muhaddits, mengenai penggunaan lafadh itu sudah muncul dalam kalangan Imam Madzhab, maka yang bermadzhabkan syafii boleh menggunakannya, dan tak satupun dalil atau ucapan para Imam dan muhadditsin yang mengharamkannya, lalu bagaimana anda mengharamkannya??

2. Ba’da shalat, imam tidak perlu baca wirid, dzikir dengan suara keras, cukup dalam hati, dan imam ba’da shalat tidak perlu memimpin do’a bersama dengan jama’ah Imam dan jama’ah berdo’a sendiri- sendiri dalam hati.
JAWAB
Rasulullah saw bila selesai dari shalatnya berucap Astaghfirullah 3X lalu berdoa Allahumma antassalam, wa minkassalaam….dst” (Shahih muslim hadits no.591,592) Kudengar Rasulullah saw bila selesai shalat membaca : Laa ilaaha illallahu wahdahu Laa syariikalah, lahulmulku wa lahulhamdu…dst dan membaca Allahumma Laa Maani’a limaa a’thaiyt, wala mu’thiy…dst” (shahih Muslim hadits no.593)

Hadits semakna pada Shahih Bukhari hadits no.808, dan masih banyak puluhan hadits shahih yang menjelaskan bahwa Rasul saw berdzikir selepas shalat dengan suara keras, sahabat mendengarnya dan mengikutinya, hal ini sudah dijalankan oleh para sahabat radhiyallahu ‘anhum, lalu tabi’in dan para Imam dan Muhadditsin tak ada yang menentangnya.

Mengenai doa bersama sama Demi Allah tak ada yang mengharamkannya, tidak pada Alqur’an, tidak pada hadits shahih, tidak Qaul sahabat, tidak pula pendapat Imam Madzhab.

3. Jama’ah ba’da shalat, tidak perlu mencium tangan imam, cukup bersalaman saja.
JAWAB
Kebiasaan mencium tangan merupakan kebiasaan baik sebagai tanda penghormatan, hal ini telah dilakukan dan diajarkan oleh Rasulullah saw, sebagaimana diriwayatkan bahwa Ibn Abbas ra setelah wafatnya Rasul saw beliau berguru pada Zeyd bin Tsabit ra, maka Ibn Abbas ra disuatu hari menuntun tunggangan Zeyd bin tsabit ra, maka berkata Zeyd ra : “jangan kau berbuat itu”, maka berkata Ibn Abbas ra : “beginilah kita diperintah untuk menghormati ulama-ulama kita”, maka turunlah Zeyd bin tsabit ra dari tunggangannya seraya mencium tangan Ibn Abbas ra dan berkata : “Beginilah kita diperintah memuliakan keluarga Rasulullah saw”.
(Faidhul Qadir oleh Al-hafidh Al-Imam Abdurra’uf Almanaawiy Juz 2 hal 22), (Is’aful Mubtha’ oleh Al Hafidh Al Muhaddits Imam Assuyuthi ).
Anda lihat kalimat : “beginilah kita diperintah..”, kiranya siapa yang memerintah mereka??, siapa yang mengajari mereka??, mereka tak punya guru selain Muhammad Rasulullah saw.

Riwayat lain adalah ketika Ka’b bin malik ra gembira karena taubatnya diterima Allah swt, ia datang kepada Rasul saw dan mencium tangan dan juga kedua paha beliau saw (Fathul Baari Al-masyhur oleh Imam Al-Hafidh Al-Muhaddits Ibn Hajar Al-Atsqalaniy juz 8 hal 122)
Riwayat lain : “Kami mendekat pada Nabi saw dan mencium tangan nabi saw” (Sunan
Imam Al Baihaqi Alkubra hadits no.13.362)
Riwayat lain : “Berkata Tamiim ra bahwa Mencium tangan adalah sunnah”. (Sunan
Imam Baihaqi Alkubra hadits no.13.363)
Demikian Rasul saw tak melarang cium tangan, demikian para sahabat radhiyallahu’anhum melakukannya.

4. Dalam shalat subuh, imam tidak perlu membaca do’a qunut, kecuali bila ada suatu bahaya terhadap kehidupan umat Islam secara keseluruhan.
Do’a qunut boleh dibaca disetiap shalat, bila ada keperluan yang bersifat darurat, tidak hanya dalam shalat subuh.
JAWAB
Berikhtilaf para Imam Madzhab mengenai pembacaan doa qunut, dan Imam Syafi’i berpendapat bahwa Qunut itu diwaktu setiap subuh, dan Imam Hanbali dan Imam Malik berpendapat Qunut adalah setiap waktu shalat.

Namun satu hal, tidak ada yang mengharamkan Qunut dibaca setiap subuh, bahkan para Mufassirin menjelaskan tak ada qunut kecuali saat shalat subuh, sebagaimana diriwayatkan pada tafsir Imam Attabari Juz 2 hal 566, dan ini merupakan Ijtihad para Imam yang mengeluarkan pendapat dengan beribu pertimbangan, dengan keluasan ilmu syariah yang mendalam, dan telah diakui pula oleh puluhan Imam dan ratusan Huffadhulhadits dan Muhadditsin setelah mereka, maka menyangkal dan mengharamkan hal ini adalah kesesatan yang nyata.

5. Shalat Rawatib / shalat sunah qobliah / ba’diah adalah sebagai berikut : Qobla subuh, qobla dan ba’da dhuhur, shalat ashar tidak ada rawatib, ba’da magrib dan ba’da shalat isya.
JAWAB
Banyak riwayat lain mengenai rawatib Qabliyah asar, bahwa Rasul saw shalat Rawatib Qabliyah Asar dan tak pernah meninggalkannya (Shahih Imam Ibn Khuzaimah hadits no.1114, 1118, Shahih Ibn hibban hadits no.2452, Mustadrak ala shahihain hadits no.1173, Sunan Attirmidziy hadits no.429 dan masih terdapat belasan riwayat hadits shahih mengenai shalat Qabliyah Asar diantaranya diriwayatkan pada Shahih Ibn Hibban, Shahih Muslim dll.


DALAM SHALAT JUM’AT
1. Sebelum khotib naik mimbar, tidak ada adzan dan tidak ada shalat sunat qobla jum’at
JAWAB
Diriwayatkan bahwa ketika jamaah jumat semakin banyak di Madinah maka Khalifah Utsman bin Affan ra menambahkan adzan jumat dengan dua adzan (shahih Bukhari hadits no.870,871,874), maka menggunakan dua adzan ini merupakan sunnah hukumnya, karena Rasul saw telah bersabda : “Berpeganglah kalian pada sunnahku dan sunnah khulafa’urrasyidin para pembawa petunjuk” (shahih Ibn Hibbah, Mustadrak ala shahihain).

Maka tidak sepantasnya kita muslimin menghapuskan hal-hal yang telah dilakukan oleh para sahabat, karena sungguh mereka jauh lebih mengerti mana yang baik dijalankan dan mana yang tak perlu dijalankan, pengingkaran atas perbuatan sahabat berarti menganggap diri kita lebih mengetahui syariah dari mereka, dan hal ini merupakan pengingkaran atas hadits Rasul saw yang memerintahkan kita berpegang pada sunnah beliau dan sunnah khulafa’urrasyidin, maka pengingkaran atas hal ini merupakan kesesatan dan kebodohan yang nyata.

Mengenai shalat dua rakaat sebelum jum’at hal itu adalah sunnah, sebagaimana teriwayatkan dari belasan hadits shahih yang menjelaskan bahwa Rasul saw melakukan shalat sunnah qabliyyah dhuhur dan ba’diyah dhuhur, dan para ulama dan muhadditsin berpendapat bahwa shalat jumat adalah pengganti dhuhur, demikian para Muhadditsin dan ulama berpendapat bahwa pendapat yang kuat adalah Qabliyah jumat merupakan sunnah. (Fathul Baari Almasyhur Juz 2 hal 426)

ketika khotib duduk diantara dua khutbah, tidak ada shalawat.
JAWAB
Tidak pernah ada larangan shalawat diperbuat kapanpun dan dimanapun, shalawat boleh- boleh saja dibaca kapanpun dan dimanapun, silahkan munculkan ayat al-qur’an atau hadits shahih yang mengharamkan membaca shalawat dalam suatu munasabah tertentu??, lalu bagaimana terdapat pelarangan dari apa yang tidak diharamkan Allah swt??, ataukah ada syariah baru??

2. Ba’da shalat jum’at, imam tidak mempunyai kewajiban untuk memimpin do’a bagi makmum dengan suara kuat, silahkan imam dan jama’ah berdzikir, wirid dan do’a masing- masing.
JAWAB
Selama hal itu baik tidak ada salahnya dilakukan, yang tak boleh dilakukan adalah hal-hal yang dilarang dan diharamkan oleh Allah dan Rasul Nya, dan tak pernah ada hadits dan ayat yang mengharamkan hal ini, maka mengharamkannya merupakan pengingkaran atas syariah.

3. Dalam shalat jum’at, tongkat yang selama ini dipakai oleh khotib, bukan merupakan sarana ibadah, hanya kebiasaan Khalifah Utsman, sekarang dapat ditinggalkan.
JAWAB
Perbuatan sahabat merupakan hal yang mesti kita jalankan hingga kini, termasuk diantaranya adalah penjilidan Al-qur’an, sebagaimana tak satu ayat pun atau hadits yang memerintahkan Al-qur’an untuk dibukukan dalam satu kitab, itu baru dilakukan dizaman Khalifah Abu bakar ra, dan selesai pada masa Khalifah Utsman bin Affan ra, maka mereka yang merasa tak perlu mengikuti perbuatan Utsman bin Affan ra berarti mereka pun tak mengakui kitab Al-qur’an yang ada hingga kini, karena penjilidannya baru dilakukan dimasa sahabat, satu hal yang sangat menyakitkan hati adalah kalimat :
“hanya kebiasaan Khalifah Utsman dan sekarang dapat ditinggalkan”, seakan-akan bagi mereka Amirulmukminin Utsman bin Affan ra itu tidak perlu dipanut, bukan seorang baginda mulia yang sangat agung disisi Allah sebagai Amirulmukminin, padahal beliau ini dimuliakan dan dicintai nabi saw.

4. Sebelum khotib naik mimbar, tidak perlu pakai pangantar dan tidak perlu membaca hadits Nabi SAW tentang jangan berkata-kata ketika khotib sedang khutbah. Tetapi sampaikanlah bersamaan dengan laporan petugas masjid tentang laporan keuangan, petugas khotib dan imam, hal ini sebagai perangkat laporan administrasi masjid bukan proses ibadah dalam shalat jum’at.
JAWAB
Baru kali ini ada muncul ajaran yang mengatakan bahwa kabar laporan keuangan masjid jauh lebih baik dari hadits Nabi Muhammad saw


DALAM SHALAT TARAWIH / WITIR / TAHAJJUD
Dalam bulan ramadhan diwajibkan shaum dan dimalam hari disunnahkan shalat tarawih, witir, yang selama ini masih ada yang berbeda pendapat karena itu perlu dikeluarkan himbauan ini.
1. Shalat tarawih, dilakukan Nabi SAW, sebanyak 8 rakaat dan 3 rakaat witir dapat dilakukan dengan cara 4-4-3.
JAWAB
Rasul saw melakukan shalat malam berjamaah dibulan ramadhan lalu meninggalkannya, dan tak memerintahkan untuk melakukannya, dari sini kita sudah mengetahui bahwa shalat sunnah tarawih adalah Bid’ah hasanah, dan baru dilakukan di masa Umar bin Khattab ra, yang mana beliau melakukannya 11 rakaat, lalu merubahnya menjadi 23 rakaat, dan tak ada satu madzhab pun yang melakukannya 11 rakaat, Masjidilharam menjalankannya 23 rakaat, dan Masjid Nabawiy Madinah hingga kini masih menjalankan madzhab Imam Malik yaitu 41 rakaat, tak ada satu madzhab pun yang melakukan 11 rakaat. (Rujuk Sunan Imam Baihaqiy Al-Kubra, Fathul Baari Almasyhur, Al-Umm Imam Syafii)

2. Tidak disunahkan membaca do’a bersama-sama antara rakaat.
JAWAB
Namun tak ada pula hadits yang mengharamkannya, maka tak ada hak bagi muslim manapun untuk mengharamkan hal yang tak diharamkan oleh Allah, dan berdoa boleh saja dilakukan kapanpun dan dimanapun, dan melarang orang berdoa adalah kesesatan yang nyata.

3. Tidak dibenarkan antar jama’ah membaca shalawat Nabi bersahut-sahutan
JAWAB
Allah swt memerintahkan kita bershalawat, maka melarang seseorang untuk menjalankan perintah Allah swt Kufur hukumnya.

4. Sebelum ramadhan tidak perlu shalat tasbih dan shalat nisfu sya’ban dan sedekah ruwah karena hadits tentang kedua shalat tersebut ternyata dhaif, lemah dan berbau pada hadits maudhu (palsu) karena terputus parawinya dan shalat ini tidak pernah dilakukan oleh Nabi dan Sahabat.
JAWAB
Mengenai shalat Tasbih maka haditsnya jelas diriwayatkan pada Almustadrak ala Shahihain dan berkata Imam Hakim bahwa hadits itu shahih dengan syarat Imam Muslim, dan Ibn Abbas ra melakukannya, dan para Muhadditsin meriwayatkan keutamaannya, dan Rasul saw memerintahkannya (Rujuk Fathul Baari Almasyhur, sunan Imam Tirmidzi, sunan Abi Daud, sunan Ibn Majah, Sunan Imam Baihaqi Alkubra).

Satu hal yang lucu adalah ucapan : “berbau pada hadits maudhu (palsu)”, ini baru muncul Muhaddits baru dengan ilmu hadits yang baru pula, yang mana belasan perawi hadits yang meriwayatkan hal itu namun para ulama sempalan ini mengatakan hal itu mesti dihapuskan.

5. Pada shalat witir dibulan ramadhan, tidak perlu ada do’a qunut.
JAWAB
Qunut bukan hal yang wajib, Qunut hukumnya sunnah, Qunut pada shalat witir diriwayatkan dengan hadits shahih pada Shahih Imam Ibn Khuzaimah hadits no.1095, Sunan Imam Addaarimiy hadits no.1593, Sunan Imam Baihaqy Alkubra hadits no.4402, Sunan Imam Abu dawud hadits no.1425, dan diriwayatkan pula bahwa membaca qunut witir adalah sesudah setengah pertama ramadhan, yaitu pada setengah kedua (mulai malam 15 ramadhan) (Al Mughniy Juz 1 hal 448) tak ada madzhab manapun yang mengharamkan Qunut di subuh, di witir, bahkan hal ini merupakan sunnah dengan hujjah yang jelas, maka bila muncul pendapat yang mengharamkan Qunut maka jelas bukanlah muncul dari ucapan ulama ahlussunnah waljamaah.


DALAM UPACARA TA’ZIYAH
1. Keluarga yang mendapat musibah kematian, wajib bagi Umat Islam untuk ta’ziyah selam tiga hari berturut-turut.
JAWAB
Tidak ada satu madzhab pun yang mengatakannya wajib, hal ini sunnah muakkadah, tidak ada dalil ayat atau hadits shahih yang mengatakan takziyah 3 hari berturut turut adalah wajib.

2. Kebiasaan selama ini yang masih melakukan hari ke 7, ke 40 dan hari ke 100 supaya ditinggalkan karena tidak ada contoh dari Nabi Muhammad SAW dan tidak ada tuntunannya. Upacara itu berasal dari ajaran agama Hindu dan Budha, menjadi upacara dari kerajaan Hyang dari daratan Tiongkok yang dibawa oleh orang Hindu ketanah melayu tempo dulu.
JAWAB
Mengikuti adat kuffar selama itu membawa maslahat bagi muslimin dan tidak melanggar syariah maka itu boleh saja, sebagaimana Rasul saw pun ikut adat kaum yahudi yang berpuasa di hari 10 Muharram (asyura) karena hari itu hari selamatnya Musa as dari kejaran fir’aun, maka Rasul saw pun ikut berpuasa dan memerintahkan para sahabat untuk berpuasa asyura (rujuk shahih Bukhari, shahih Muslim)

Demikian pula kita menggunakan lampu, kipas angin, karpet, mikrofon, speaker dll untuk perlengkapan di masjid yang kesemua itu adalah buatan orang kafir dan adat istiadat orng kafir, boleh saja kita gunakan selama itu manfaat bagi muslimin dan tidak bertentangan dengan syariah, demikian pula Al-qur’an yang dicetak di percetakan, dan mesin percetakan itupun buatan orang kafir, dan mencetak buku adalah adat orang kafir, juga Bedug di masjid yang juga adat sebelum islam dan banyak lagi.
Boleh boleh saja kumpul kumpul dzikir dan silaturahmi dirumah duka 7 hari, 40 hari, bahkan tiap hari pun tak apa karena tak pernah ada larangan yang mengharamkannya.

3. Dalam ta’ziyah diupayakan supaya tidak ada makan-makan, cukup air putih sekedar obat dahaga.
JAWAB
Bukankah air putih pun merupakan hidangan??, bila anda mengharamkan hidangan bagi yang takziah, lalu dalil apa yang anda miliki hingga anda memperbolehkan air minum dihidangkan??, telah sepakat Ulama bahwa hidangan di tempat rumah duka hukumnya makruh, sebagian mengatakannya mubah.

4. Acara dalam ta’ziyah baca surat Al Baqarah 152-160, kemudian adakan tabligh yang mengandung isi kesabaran dalam menerima musibah tutup dengan do’a untuk sang almahrum, tinggalkan kebiasaan membaca surat yasin bersama-sama, tahlil dan kirim fadhilah, semua itu ternyata hukumnya bid’ah.
JAWAB
Aturan mana yang menentukan Al-Baqarah 152 – 160 dirangkai Tabligh lalu ditutup dengan doa??, anda pun mengada ada saja tanpa Nash yang jelas dari hadits shahih.

Tahlil, Yaasiin dan dzikir yang dihadiahkan pada mayyit merupakan amal-amal yang dikirimkan pada mayyit, dan itu diperbolehkan oleh Rasul saw, sebagaimana diriwayatkan bahwa seorang wanita datang pada Rasul dan bertanya : “wahai rasulullah, aku bersedekah dengan membebaskan budak dan pahalanya kukirimkan untuk ibuku yang telah wafat, bolehkah??, Rasul memperbolehkannya, lalu wanita itu berkata lagi : ibuku sudah wafat dan belum haji, bolehkah aku haji untuknya??, Rasul saw memperbolehkannya, lalu wanita itu berkata lagi : “wahai Rasulullah, ibuku wafat masih mempunyai hutang puasa ramadhan sebulan penuh, maka bolehkah aku berpuasa untuknya??, maka Rasul saw menjawab : Boleh (shahih Muslim)


DALAM UPACARA PENGUBURAN
1. Tinggalkan kebiasaan dalam shalat jenazah dengan mangajak jama’ah untuk mengucapkan kalimat bahwa “jenazah ini orang baik, khair-khair” Hal ini tidak pernah dilakukan Rasulullah SAW, dan tidak ada hadits sebagai pembimbing.
JAWAB:
Ketika lewat sebuah jenazah dihadapan Rasul saw maka para sahabat memujinya dengan kebaikan, maka Rasul saw berkata : “semestinya.. semestinya.. semestinya..”, lalu tak lama lewat pula jenazah lain, dan para sahabat mengutuknya, maka rasul saw berkata : “semestinya.. semestinya.. semestinya..”. maka berkatalah Umar bin Khattab ra mengapa beliau berucap seperti itu, maka Rasul saw menjawab : “Barangsiapa yang memuji jenazah dengan kebaikan maka sepantasnya baginya sorga, dan barangsiapa yang mengutuk jenazah dengan kejahatannya maka sepantasnya baginya neraka, kalian adalah saksi Allah dimuka Bumi.., kalian adalah saksi Allah dimuka Bumi.., Kalian adalah saksi Allah dimuka Bumi..” (shahih Muslim hadits no.949, Shahih Bukhari hadits no.1301),

Lalu ketika dimasa Umar bin Khattab ra menjadi khalifah pun terjadi hal yang sama yaitu lewat jenazah maka orang-orang memujinya, maka Amirulmukminin Umar bin Khattab ra berkata : “sepantasnya..”, lalu lewat jenazah lain dan orang-orang mengumpatnya, maka Amirulmukminin Umar bin Khattab ra berkata : “sepantasnya..”. maka para sahabat bertanya dan berkata Amirulmukminin Umar bin Khattab ra :
“tiadalah jenazah disaksikan 4 orang bahwa dia orang baik maka ia masuk sorga”, lalu kami bertanya : Bagaimana kalau tiga saja yang bersaksi??, beliau ra menjawab :
“walaupun tiga”. Lalu kami bertanya lagi : Bagaimana kalau dua orang saja..??, maka beliau ra menjawab : “dua pun demikian”. Maka kami tak bertanya lagi”. (shahih
Bukhari hadits no.1302), oleh sebab itu sunnah kita mengucapkan : “khair..khair..”
pada jenazah dengan Nash yang jelas dan shahih dari shahihain dll.

Apapun yang dijadikan fatwa, namun fatwa-fatwa diatas adalah batil dan tidak dilandasi pemahaman yang jelas dalam syariah islamiyah, oleh sebab itu saya menilai bahwa segala fihak yang menyebarkan selebaran ini sebelum kami beri penjelasan seperti sekarang ini, maka ia turut bertanggung jawab atas kesesatan ummat yang membacanya.

Wassalam.

www.majelisrasulullah.org

Sabtu, 14 Agustus 2010

fasal tentang BID'AH 2

Fasal tentang Bid'ah (2)
01/03/2007
http://www.nu.or.id/page.php
Jelek dan sesat paralel tidak bertentangan, hal ini terjadi pula dalam Al-Qur’an, Allah SWT telah membuang sifat kapal dalam firman-Nya :

وَكَانَ وَرَاءَهُمْ مَلِكٌ يَأْخُذُ كُلَّ سَفِيْنَةٍ غَصْبَا (الكهف: 79)
“Di belakang mereka ada raja yang akan merampas semua kapal dengan paksa”. (Al-Kahfi : 79).

Dalam ayat tersebut Allah SWT tidak menyebutkan kapal baik apakah kapal jelek; karena yang jelek tidak akan diambil oleh raja. Maka lafadh كل سفينة sama dengan كل بد عة tidak disebutkan sifatnya, walaupun pasti punya sifat, ialah kapal yang baik كل سفينة حسنة .

Selain itu, ada pendapat lain tentang bid’ah dari Syaikh Zaruq, seperti dikutip Hadratusy Syaikh Hasyim Asy’ari. Menurutnya, ada tiga norma untuk menentukan, apakah perkara baru dalam urusan agama itu disebut bid’ah atau tidak: Pertama, jika perkara baru itu didukung oleh sebagian besar syari’at dan sumbernya, maka perkara tersebut bukan merupakan bid’ah, akan tetapi jika tidak didukung sama sekali dari segala sudut, maka perkara tersebut batil dan sesat.

Kedua, diukur dengan kaidah-kaidah yang digunakan para imam dan generasi salaf yang telah mempraktikkan ajaran sunnah. Jika perkara baru tersebut bertentangan dengan perbuatan para ulama, maka dikategorikan sebagai bid’ah. Jika para ulama masih berselisih pendapat mengenai mana yang dianggap ajaran ushul (inti) dan mana yang furu’ (cabang), maka harus dikembalikan pada ajaran ushul dan dalil yang mendukungnya.

Ketiga, setiap perbuatan ditakar dengan timbangan hukum. Adapun rincian hukum dalam syara’ ada enam, yakni wajib, sunah, haram, makruh, khilaful aula, dan mubah. Setiap hal yang termasuk dalam salah satu hukum itu, berarti bias diidentifikasi dengan status hukum tersebut. Tetapi, jika tidak demikian, maka hal itu bisa dianggap bid’ah.

Syeikh Zaruq membagi bid’ah dalam tiga macam; pertama, bid’ah Sharihah (yang jelas dan terang). Yaitu bid’ah yang dipastikan tidak memiliki dasar syar’i, seperti wajib, sunnah, makruh atau yang lainnya. Menjalankan bid’ah ini berarti mematikan tradisi dan menghancurkan kebenaran. Jenis bid’ah ini merupakan bid’ah paling jelek. Meski bid’ah ini memiliki seribu sandaran dari hukum-hukum asal ataupun furu’, tetapi tetap tidak ada pengaruhnya. Kedua, bid’ah idlafiyah (relasional), yakni bid’ah yang disandarkan pada suatu praktik tertentu. Seandainya-pun, praktik itu telah terbebas dari unsur bid’ah tersebut, maka tidak boleh memperdebatkan apakah praktik tersebut digolongkan sebagai sunnah atau bukan bid’ah.

Ketiga, bid’ah khilafi (bid’ah yang diperselisihkan), yaitu bid’ah yang memiliki dua sandaran utama yang sama-sama kuat argumentasinya. Maksudnya, dari satu sandaran utama tersebut, bagi yang cenderung mengatakan itu termasuk sunnah, maka bukan bid’ah. Tetapi, bagi yang melihat dengan sandaran utama itu termasuk bid’ah, maka berarti tidak termasuk sunnah, seperti soal dzikir berjama’ah atau soal administrasi.

Hukum bid’ah menurut Ibnu Abd Salam, seperti dinukil Hadratusy Syeikh dalam kitab Risalah Ahlussunnah Waljama’ah, ada lima macam: pertama, bid’ah yang hukumnya wajib, yakni melaksanakan sesuatu yang tidak pernah dipraktekkan Rasulullah SAW, misalnya mempelajari ilmu Nahwu atau mengkaji kata-kata asing (garib) yang bisa membantu pada pemahaman syari’ah.

Kedua, bid’ah yang hukumnya haram, seperti aliran Qadariyah, Jabariyyah dan Mujassimah. Ketiga, bid’ah yang hukumnya sunnah, seperti membangun pemondokan, madrasah (sekolah), dan semua hal baik yang tidak pernah ada pada periode awal. Keempat, bid’ah yang hukumnya makruh, seperti menghiasi masjid secara berlebihan atau menyobek-nyobek mushaf. Kelima, bid’ah yang hukumnya mubah, seperti berjabat tangan seusai shalat Shubuh maupun Ashar, menggunakan tempat makan dan minum yang berukuran lebar, menggunakan ukuran baju yang longgar, dan hal yang serupa.

Dengan penjelasan bid’ah seperti di atas, Hadratusy Syeikh kemudian menyatakan, bahwa memakai tasbih, melafazhkan niat shalat, tahlilan untuk mayyit dengan syarat tidak ada sesuatu yang menghalanginya, ziarah kubur, dan semacamnya, itu semua bukanlah bid’ah yang sesat. Adapun praktek-praktek, seperti pungutan di pasar-pasar malam, main dadu dan lain-lainnya merupakan bid’ah yang tidak baik.

--(KH. A.N. Nuril Huda, Ketua Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama (LDNU) dalam "Ahlussunnah wal Jama'ah (Aswaja) Menjawab", diterbitkan oleh PP LDNU)

fasal tentang BID'AH 1

Fasal tentang Bid'ah (1)
23/02/2007
http://www.nu.or.id/page.php
Dalam kitab Risalah Ahlussunnah wal Jama’ah karya Hadratusy Syeikh Hasyim Asy’ari, istilah "bid’ah" ini disandingkan dengan istilah "sunnah". Seperti dikutip Hadratusy Syeikh, menurut Syaikh Zaruq dalam kitab ‘Uddatul Murid, kata bid’ah secara syara’ adalah munculnya perkara baru dalam agama yang kemudian mirip dengan bagian ajaran agama itu, padahal bukan bagian darinya, baik formal maupun hakekatnya. Hal ini sesuai dengan hadits Rasulullah SAW,” Barangsiapa memunculkan perkara baru dalam urusan kami (agama) yang tidak merupakan bagian dari agama itu, maka perkara tersebut tertolak”. Nabi juga bersabda,”Setiap perkara baru adalah bid’ah”.

Menurut para ulama’, kedua hadits ini tidak berarti bahwa semua perkara yang baru dalam urusan agama tergolong bidah, karena mungkin saja ada perkara baru dalam urusan agama, namun masih sesuai dengan ruh syari’ah atau salah satu cabangnya (furu’).

Bid’ah dalam arti lainnya adalah sesuatu yang baru yang tidak ada sebelumnya, sebagaimana firman Allah S.W.T.:

بَدِيْعُ السَّموتِ وَاْلاَرْضِ
“Allah yang menciptakan langit dan bumi”. (Al-Baqarah 2: 117).

Adapun bid’ah dalam hukum Islam ialah segala sesuatu yang diada-adakan oleh ulama’ yang tidak ada pada zaman Nabi SAW. Timbul suatu pertanyaan, Apakah segala sesuatu yang diada-adakan oleh ulama’ yang tidak ada pada zaman Nabi SAW. pasti jeleknya? Jawaban yang benar, belum tentu! Ada dua kemungkinan; mungkin jelek dan mungkin baik. Kapan bid’ah itu baik dan kapan bid’ah itu jelek? Menurut Imam Syafi’i, sebagai berikut;

اَلْبِدْعَةُ ِبدْعَتَانِ : مَحْمُوْدَةٌ وَمَذْمُوْمَةٌ, فَمَاوَافَقَ السُّنَّةَ مَحْمُوْدَةٌ وَمَاخَالَفَهَا فَهُوَ مَذْمُوْمَةٌ
“Bid’ah ada dua, bid’ah terpuji dan bid’ah tercela, bid’ah yang sesuai dengan sunnah itulah yang terpuji dan bid’ah yang bertentangan dengan sunnah itulah yang tercela”.

Sayyidina Umar Ibnul Khattab, setelah mengadakan shalat Tarawih berjama’ah dengan dua puluh raka’at yang diimami oleh sahabat Ubai bin Ka’ab beliau berkata :

نِعْمَتِ اْلبِدْعَةُ هذِهِ
“Sebagus bid’ah itu ialah ini”.

Bolehkah kita mengadakan Bid’ah? Untuk menjawab pertanyaan ini, marilah kita kembali kepada hadits Nabi SAW. yang menjelaskan adanya Bid’ah hasanah dan bid’ah sayyiah.

مَنْ سَنَّ فِى اْلاِسْلاَمِ سُنَّةً حَسَنَةً فَلَهُ أَجْرُهَا وَأَجْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا مِنْ غَيْرِ اَنْ يَنْقُصَ مِنْ أُجُوْرِهِمْ شَيْئًا وَمَنْ سَنَّ فِى اْلاِسْلاَمِ سُنَّةً سَيِئَةً فَعَلَيْهِ وِزْرُهَاوَوِزْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا مِنْ غَيْرِاَنْ يَنْقُصَ مِنْ أَوْزَارِهِمْ شَيْئًا. القائى, ج: 5ص: 76.
“Barang siapa yang mengada-adakan satu cara yang baik dalam Islam maka ia akan mendapatkan pahala orang yang turut mengerjakannya dengan tidak mengurangi dari pahala mereka sedikit pun, dan barang siapa yang mengada-adakan suatu cara yang jelek maka ia akan mendapat dosa dan dosa-dosa orang yang ikut mengerjakan dengan tidak mengurangi dosa-dosa mereka sedikit pun”.

Apakah yang dimaksud dengan segala bid’ah itu sesat dan segala kesesatan itu masuk neraka?
كُلُّ بِدْعَةٍ ضَلاَ لَةٍ وَكُلُّ ضَلاَ لَةٍ فِى النَّارِ
“Semua bid’ah itu sesat dan semua kesesatan itu di neraka”.

Mari kita pahami menurut Ilmu Balaghah. Setiap benda pasti mempunyai sifat, tidak mungkin ada benda yang tidak bersifat, sifat itu bisa bertentangan seperti baik dan buruk, panjang dan pendek, gemuk dan kurus. Mustahil ada benda dalam satu waktu dan satu tempat mempunyai dua sifat yang bertentangan, kalau dikatakan benda itu baik mustahil pada waktu dan tempat yang sama dikatakan jelek; kalau dikatakan si A berdiri mustahil pada waktu dan tempat yang sama dikatakan duduk.

Mari kita kembali kepada hadits.
كُلُّ بِدْعَةٍ ضَلاَ لَةٍ وَكُلُّ ضَلاَ لَةٍ فِى النَّارِ
“Semua bid’ah itu sesat dan setiap kesesatan itu masuk neraka”.

Bid’ah itu kata benda, tentu mempunyai sifat, tidak mungkin ia tidak mempunyai sifat, mungkin saja ia bersifat baik atau mungkin bersifat jelek. Sifat tersebut tidak ditulis dan tidak disebutkan dalam hadits di atas; dalam Ilmu Balaghah dikatakan, حدف الصفة على الموصوف “membuang sifat dari benda yang bersifat”. Seandainya kita tulis sifat bid’ah maka terjadi dua kemungkinan: Kemungkinan pertama :
كُلُّ بِدْعَةٍ حَسَنَةٍ ضَلاَ لَةٌ وَكُلُّ ضَلاَ لَةٍ فِى النَّارِ
“Semua bid’ah yang baik sesat, dan semua yang sesat masuk neraka”.

Hal ini tidak mungkin, bagaimana sifat baik dan sesat berkumpul dalam satu benda dan dalam waktu dan tempat yang sama, hal itu tentu mustahil. Maka yang bisa dipastikan kemungkinan yang kedua :
كُلُّ بِدْعَةٍ سَيِئَةٍ ضَلاَ لَةٍ وَكُلُّ ضَلاَ لَةٍ فِى النَّاِر

“Semua bid’ah yang jelek itu sesat, dan semua kesesatan itu masuk neraka”.

--(KH. A.N. Nuril Huda, Ketua Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama (LDNU) dalam "Ahlussunnah wal Jama'ah (Aswaja) Menjawab", diterbitkan oleh PP LDNU)