7 Syarat Kebahagia di Dunia
Ketika Ibnu Abba ra. ditanya oleh para tabi’in mengenai apa yang dimaksud dengan kebahagian dunia, Ibnu Abbas menjawab: kebahagiaan dunia itu ada 7 indikator, yaitu:
Pertama, Qalbun Syakiran (hati yang selalu bersyukur). Memiliki rasa syukur berarti menerima apa adanya (qona’ah) terhadap ketentuan Alloh kepada kita, baik berupa kemudahan atau kesulitan. Selalu berbaik sangka terhadap Alloh, bila kita sedang ditimpa musibah ia akan ingat pada sabda Nabi Saw: “kalau kita sedang sulit perhatikanlah orang yang lebih sulit dari kita.” Bila sedang diberi kemudahan ia bersyukur dengan memperbanyak amal ibadahnya. Orang yang selalu bersyukur akan terhindar dari penyakit hati seperti dengki, ria, hasud dan sombong karena orang yang pandai bersyukur selalu melihat ke bawah dalam urusan dunia dan selalu melihat ke atas dalam urusan agama. Kalau tetangganya punya mobil dia bilang alhamdulilah masih punya motor karena tetangganya yang lain Cuma punya sepeda. Yang punya sepeda pun bilang alhamdulillah karena punya sepeda sebab tetangganya yang lain tidak punya apa-apa sehingga kemana-mana jalan kaki dan seterusnya. Sebaliknya dalam urusan agama kita harus melihat ke atas, kalau teman kita bisa baca al-Qur’an kenapa kita tidak..?? kalau teman ada yang rajin ibadah kenapa kita tidak bisa, begitu seterusnya. Berbahagialah orang yang pandai bersyukur kepada Alloh, karena pasti Alloh akan menambah nikmatnya pada orang-orang yang pandai bersyukur.
Kedua, Azwajun Shalihah (pasangan hidup yang shalih). Pasangan hidup yang shalih akan menciptakan suasana rumah tangga yang mawadah wa rahmah. Di akhirat kelak seorang suami sebagai kepala rumah tangga akan dimintai pertanggungjawaban dalam memimpin istri dan anak-anaknya dalam kebaikan. Seorang suami harus mengajari istrinya tentang masalah agama seperti masalah bersuci, shalat dan lain sebagainya. Kalau suaminya tidak bisa maka suruhlah istrinya agar belajar agama pada ulama karena tanggungan suami bukan Cuma di dunia tapi juga di akhirat. Maka berbahagialah menjadi seorang istri bila memiliki suami yang shalih, yang pasti akan bekerja keras membimbing istri dan anaknya menjadi muslim yang shalih. Demikian juga seorang istri yang shalihah, akan memiliki kesabaran dan keikhlasan yang luar biasa dalam melayani dan mendampingi suaminya dengan setia dalam suka dan duka. Berbahagialah menjadi seorang suami yang memiliki istri shalihah.
Ketiga, Auladun Abrar (anak yang shalih). Anak yang shalih tentu muncul dari orang tua yang shalih juga sebab buah jatuh tidak jauh dari pohonnya, kecuali kalau buahnya dibawa kalong (kelelawar) bisa saja jatuh ditempat yang sangat jauh dari pohonya. Ketika Rasulullah Saw sedang melakukan thawaf. Rasulullah Saw bertemu dengan seorang pemuda dan bertanya: “Kenapa pundakmu itu?” Pemuda tersebut menjawab: “Ya Rasulullah, saya dari Yaman, saya mempunyai ibu yang sudah udzur. Saya sangat mencintainya dan saya tidak pernah melepaskannya. Saya melepaskan ibu saya hanya ketika buang hajat, shalat, dan istirahat, selain itu saya selalu menggendongnya.” Lalu pemuda tersebut bertanya: “Ya Rasulullah, apakah aku sudah termasuk berbakti kepada orang tua?” Rasulullah Saw sambil memeluk pemuda tersebut mengatakan: “Sungguh Alloh ridho kepadamu, kamu anak yang shalih, anak yang berbakti, tapi anakku ketahuilah, cinta orang tuamu tidak akan terbalaskan olehmu.” Dari hadits diatas kita mendapatkan gambaran bahwa amal ibadah kita ternyata tidak cukup untuk membalas cinta dan kebaikan orang tua kita, namun minimal kita bisa memulainya dengan menjadi anak yang shalih, dimana doa anak yang shalih kepada orang tuanya dijamin dikabulkan Alloh. Berbahagialah orang tua apabila memiliki anak yang shalih.
Keempat, Albiatu Shalihah (lingkungan yang kondusif untuk iman kita). Pergaulan sangat berpengaruh dalam membentuk karakter seseorang. Dalam sebuah syi’iran dipesantren mengatakan: “kalau ingin mengetahui sifat seseorang jangan Tanya siapa dia, tapi lihatlah siapa temannya.” Dalam pepatah juga disebutkan kalau kita berteman dengan tukang minyak wangi kita akan ikut wangi, akan tetapi kalau kita berteman dengan pandai besi kita akan ikut terkena percikan api. Itu semua menunjukkan bahwa factor seorang teman bisa mempengaruhi perilaku sesorang. Jadi sebaiknya dalam pergaulan dan memilih lingkungan sebaiknya kita memilih lingkungan yang akan mendekatkan kita kepada keshalihan. Dalam sebuah hadits Rasulullah menganjurkan kita untuk selalu bergaul dengan orang-orang yang shalih. Orang-orang yang shalih akan selalu mengajak kepada kebaikan dan mengingatkan kita bila kita berbuat kesalahan. Orang-orang yang shalih adalah orang-orang yang bahagia karena nikmat iman dan nikmat Islam yang selalu terpancar pada cahaya wajahnya. Insya Alloh cahaya tersebut akan iku menyinari orang-orang yang ada disekitarnya. Berbahagialah orang-orang yang bisa bergaul dan dikelilingi orang-orang shalih.
Kelima, al-Malul Halal (harta yang halal). Paradigma dalam Islam mengeni harta bukanlah dilihat dari banyak atau sedikitnya harta tetapi dilihat dari halalnya. Ini bukan berarti Islam melarang umatnya untuk kaya, Islam bahkan menganjurkan untuk kaya asalkan harta yang diperoleh dengan jalan yang halal sebab kefakiran mendekatkan pada kekufuran. Seseorang kalau dikarunia ilmu oleh Alloh pertanyaan akhirat Cuma satu, ilmumu kau amalkan untuk apa? Akan tetapi kalau seseorang dikarunia harta oleh Alloh maka pertanyaan akhirat ada dua; hartamu kau dapat dari mana dan dibelanjakan kemana. Dalam riwayat Muslim bab shodaqoh, Rasulullah Saw pernah bertemu dengan seorang sahabat yang berdoa mengangkat tangan. “kamu berdoa sudah bagus”, kata Rasulullah Saw, “namun saying makanan, minuman, pakaian, dan tempat tinggalnya didapat secara haram, bagaimana doanya dikabulkan”. Berbahagialah menjadi orang yang hartanya halal karena doanya sangat dikabulkan Alloh. Harta yang halal akan menjauhkan setan dari hatinya sehingga hatinya semakin bersih, suci dan kokoh dalam ketenangan hidup. Orang yang gemar memakan harta yang haram walaupun sedikit maka ia selalu akan berfikir yang haram-haram, doanya tidak makbul dan hidupnya tidak berkah. Maka berbahagialah orang-orang yang selalu teliti menjaga kehalalan hartanya.
Keenam, Tafaquh Fiddin (belajar memperdalam ilmu agama). Belajar ilmu agama adalah kewajiban bagi setiap muslim baik laki-laki maupun perempuan karena dengan ilmu agama kita bisa beribadah kepada Alloh dengan baik. Dengan belajar ilmu agama kita bisa mengetahui cara bersuci, shalat, puasa dan lain-lain. Rasulullah Saw bersabda: “menuntut ilmu wajib hokum bagi muslim laki-laki dan muslim perempuan.” Alloh menjanjikan bagi para penuntut ilmu pahala yang sangat besar. Orang yang semakin mendalami ilmu agama, semakin tinggi pula rasa cintanya kepada Alloh dan Rasul-Nya. Cinta inilah yang memberi cahaya bagi hatinya. Semangat memahami agama akan menghidupkan hati. Hati yang hidup adalah hati yang selalu dipenuhi cahaya nikmat iman dan nikmat Islam. Maka berbahagialah orang yang penuh semangat dalam memahami ilmu agama Islam.
Ketujuh, Umur yang berkah. Umur yang berkah adalah kehidupan yang diisi dengan hal-hal yang berguna bagi kehidupan diakhirat nanti. Seperti filsafat padi semakin tua semakin berisi, begitu juga dengan umur manusia yang semakin tua semakin shalih, yang setiap bertambahnya umur semakin banyak amal ibadahnya. Seseorang yang mengisi hidupnya untuk kebahagiaan dunia semata, maka hari tuanya akan diisi dengan banyak bernostalgia (berangan-angan) tentang masa mudanya, ia pun cenderung kecewa dengan datangnya hari tua (post-power syndrome). Sedangkan orang yang mengisi umurnya dengan banyak mempersiapkan diri untuk bekal akhirat (amal ibadah) maka semakin tua semakin rindu untuk bertemu dengan Sang Khaliq (Pencipta). Hari tuanya diisi dengan bermesraan dengan Sang Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Tidak ada rasa takut untuk meninggalkan dunia ini, bahkan ia penuh harap untuk segera merasakan keindahan alam kehidupan berikutnya seperti apa yang dijanjikan Alloh. Inilah semangat hidup orang yang berkah umurnya, maka berbahagialah orang-orang yang umurnya barokah.
Walaupun tidak mudah untuk mendapatkan ketujuh hal diatas, paling tidak kita mendapatkan sebagian saja itu sudah merupakan nikmat yang patut kita syukuri. Rasulullah Saw pernah bersabda: “Amal shalih yang kalian lakukan tidak bisa memasukan kalian ke surga.” Lalu para sahabat bertanya: “Bagaimana dengan engkau ya Rasulullah?. Rasulullah Saw menjawab: “Amal shalih saya pun tidak cukup.” Lalu para sahabat kembali bertanya: “Kalau begitu dengan apa kita masuk surga?.” Rasulullah Saw menjawab: “Kita dapat masuk surga hanya karena rahmat dan kebaikan Alloh semata”. Jadi shalat, puasa, taqarub dan semua ibadah yang kita lakukan sebenarnya bukan untuk surga tetapi untuk mendapatkan rahmat Alloh. Dengan rahmat Alloh itulah kita bisa meraih surganya alloh. Amin Ya Alloh Ya Rohman Ya Rohim antal jawaadul chaliim wa anta ni’mal mu’iin.
Tajuddin an_nadwi, mahasiswa Sejarah dan Kebudayaan Islam UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar