PEMIKIRAN KH. AHMAD RIFA’I KALI SALAK
Pendahuluan
Selama abad 19 sampai pertengahan abad 20, di Jawa muncul gejala umum pergolakan sosial yang berkembang menjadi endemis. Gejala umum pergolakan sosial itu muncul dan berkembang di pedesaan-pedesaan dengan berbagai bentuk seperti huru hara, kekacauan dan pemberontakan. Masyarakat pedesaan ternyata memiliki kekuatan revolusionisme agraris, sehingga kadang- kadang dapat meledak menjadi gerakan protes yang agresif. Pergolakan itu muncul akibat westenisasi oleh kolonial dan adanya usaha mempertahankan lembaga tradisional dikalangan masyarakat. Salah satu gerakan yang muncul di Jawa pada pertengahan abad 19 adalah gerakan Rifaiyah di Kalisalak Batang.
Pembahasan
Biografi KH. Ahmad Rifa’i
Ahmad Rifa’i dilahirkan di Desa Tempuran kabupaten Kendal Jawa Tengah pada tanggal 9 Muharam 1200 H (1786 M). Ayahnya bernama Muhammad bin Syujak Wijaya, seorang penghulu di Kendal. Setelah ayahnya meninggal Ahmad Rifa’i diasuh oleh kakak iparnya yaitu KH. Asy’ari seorang ulama terkenal di Kaliwungu yang kemudian membesarkannya dengan pendidikan agama.
Di Pesantren Kali Wungu ia belajar bermacam-macam ilmu agama seperti Nahwu, Sharaf, Fiqih, Ilmu hadits dan al-Qur’an. Kemudian Ahmad Rifa’i dikirim oleh KH. Asy’ari ke Mekah untuk belajar agama Islam yang pada waktu itu merupakan pusat jaringan ulama dari berbagai kawasan. Selama menetap di Mekah ia berguru pada tiga orang syaikh yang beraliran Wahabi yaitu, Syaikh Isa al-Barawi, Syaikh Ibrahim al-Bajuri, dan Syaikh Faqih Muhammad bin Abdul Azis al-Jaisyi. Setelah delapan tahun belajar di Mekah kemudian Ahmad Rifa’i pulang ke tanah air dan mengajar dipesantren kakak iparnya (KH. Asy’ari) di Kali Wungu. Dalam mengajarkan ilmu-ilmu agama, ia sering menyelipkan kritik-kritik terhadap praktik keagamaan yang dilakukan umat Islam waktu itu. Akibat kritikan tersebut hubungannya dengan para penghulu dan pemuka agama di kali wungu menjadi tegang. Kemudian ia pindah ke Kalisalak Batang dan mendirikan pesantren untuk mencetak kader penerus ajarannya. Ajaran Ahmad Rifa’i sangat menarik karena disampaikan dengan syair-syair bahasa Jawa yang berisi terjemahan kitab-kitab Islam dan doktrin Rifaiyah yang menentang Belanda dan birokrat tradisional. Ajaran-ajaran Rifaiyah tidak hanya berkembang di Batang, melainkan sudah menyebar ke daerah lain seperti Banyumas, Wonosobo dan Pati. Setelah ajarannya tersebar luas ia mulai berani terang-terangan mengadakan protes terhadap Belanda dan birokrat tradisional. Melihat besarnya pengaruh Ahmad Rifa’i pemerintah kolonial Belanda merasa khawatir, sehingga pada tahun 1859 M ia di asingkan ke Ambon sampai ia meninggal dunia tahun 1875 M.
Pemikiran KH. Ahmad Rifa’i
1. Bidang Tauhid
Ahmad Rifa’i menekankan pentingnya iman kepada Allah dan Rasul-Nya dengan pengertian bahwa umat harus membenarkan dan mementapkan dalam hati terhadap perintah maupun larangan Allah dan Rasul-Nya. Dengan kata lain, orang tidak bisa disebut beriman jika hanya membenarkan dalam hati tanpa memiliki ketaatan pada aturan agama. Perbuatan menjadi bukti keimanan seseorang sehingga kemaksiatan akan berakibat mengurangi keimanan dan bahkan dapat menjadikan kufur.
Dalam masalah keimanan Ahmad Rifa’i membaginya dalam lima macam, yaitu iman Matbu’ merupakan imannya malaikat yang hanya beribadah kepada Allah; iman ma’sum merupakan imannya Rasul yang selalu dijaga oleh Allah dari segala dosa; iman Makbul adalah imannya orang mukmin yang lurus hatinya karena menerima petunjuk dari Allah; iman Mauquf adalah imannya orang-orang yang berbuat bid’ah, keislamannya hanya mengikuti orang tuanya, meskipun telah membaca kalimat sahadat namu rusak imannya dan kafir hukumnya, bila meninggal dunia haram dishalatkan; iman Mardud adalah imannya orang-orang kafir dan munafik, imannya tidak diterima oleh Allah sampai hari kiamat. Secara teologis, Ahmad Rifa’i beraliran Ahlusunah wal jama’ah. Dalam hal ini ia menganjurkan agar orang mengikuti aliran Abu Hasan al-Asy’ari dan aliran Abu Mansur al-Maturidi.
2. Bidang Fiqih
Dalam pengambilan dasar hukum Ahmad Rifa’i mendasarkan pada Al-Qur’an, Sunah, Ijma’ dan Qiyas. Pengambilan dasar hukum itu tidak ada perbedaan dengan para ulama pada umumnya di Jawa. Menurutnya Ijma’ dan Qiyas adalah sumber hukum yang berdiri sendiri diluar sumber aslinnya. Qiyas bisa dijadikan sumber hukum islam selama tidak bertentangan dengan sumber aslinya.
Menurut Ahmad Rifa’i bagi orang awam pengamalan dan pemahaman ajaran Islamnya sudah cukup memadai apabila mendasarkan diri pada kitab-kitab Tarjumah Sebab kitab-kitab Tarjumah merupakan terjemahan dari al-Qur’an dan As-Sunnah, serta kitab lainnya. Adapun kitab-kitab fiqih yang di anggap besar dalam lingkup tarjumah ialah: Abyanul Hawij, Ri’ayatul Himmah, Husnul Mithalab dan Hasnal Miqasat. Usaha penyadaran terhadap hukum islam ini merupakan salah satu gerakan Ahmad Rifa’i untuk mengubah arus umat islam pada waktu itu yang berorientasi pada sufisme kepada pengamalan syariat.
Pada dasarnya Ahmad Rifa’i mengikuti madzhab Syafi’i, namun ia sering menunjuk dasar langsung kepada Al-Qur’an dan Hadits dalam menyampaikan ajarannya dan sering berbeda pandangan dengan para pengikut Syafi’i pada waktu itu. Ia menganggap imam masjid pada waktu itu fasik dan ahli bid’ah. Oleh karena itu itu shalatny pun tidak syah, sehingga jamaah Rifaiyah dilarang makmum pada para imam dimasjid-masjid, dengan larangan tersebut jamaah Rifaiyah menjadi ekslusif dalam pergaulan sosial.
3. Bidang Tasawuf
Menurut Ahmad Rifa’i pengamalan ilmu tasawuf tidak dapat dipisahkan dengan pengamalan syariat yang dilakukan dalam ibadah sehari-hari dan dalam kehidupan bermasyarakat. Oleh karena itu, pengamalan tasawuf dengan tarekat serta hakekat yang terlepas dari syariat adalah batal. Sebaliknya pengamalan syariat yang terlepas dari tarekat dan hakekat tidak akan mencapai tujuan yang diharapkan. Menurutnya tarekat yang syah adalah tarekat yang berwujud amal kebaikan yang dilakukan seorang muslim yang mengikuti syariat Nabi dengan mengharap rahmat Allah. Oleh karena itu tarekat tidak sekali-kali untuk bertemu muka dengan Allah, tetapi untuk bertaqarub dengan Allah. Ahmad Rifa’i mendefinisikan ma’rifat sebagai susana jiwa yang mencerminkan kedekatan hati seseorang manusia dengan Allah. Suasana yang demikian itu antara lain dapat dicapai dengan dzikir, mentaati syara’ dan menjauhi perbuatan haram. Ajaran tasawuf Rifaiyah lebih mementingkan kesempurnaan moral, dengan jalan menghiasi diri dengan sifat-sifat terpuji dan menjauhi sifat-sifat tercela. Adapun yang masuk kriteria sifat terpuji ialah: zuhud artinya beribadah dengan tidak melupakan dunia; kona’ah artinya mengharap ridha Allah disertai dengan usaha mencari rizki untuk bekal ibadah; sabar artinya tegar dalam menghadapi kesulitan hidup; Tawakal, berserah diri kepada Allah dengan menjalankan perintah dan menjauhi larangan-Nya; Mujahadah, bersungguh-sungguh menjalankan kewajiban agama; Ridha, tulus terhadap pemberian Allah; Syukur, berterima kasih atas nikmat Allah; Ikhlas, beribadah semata-mata karena Allah. Sedangkan sifat-sifat tercela yang harus dihindari ialah: cinta pada dunia, rakus pada harta, menuruti hawa nafsu, membanggakan diri berlebih-lebihan, mengharap pujian orang lain, takabur dan hasud.
Ahmad Rifa’i juga mengajarkan hal-hal yang berkaitan dengan sosial, yang berupa protes terhadap birokrat tradisional, ulama syu’ dan kolonial Belanda. Ajaran protes ini terdapat dalam kitab Tariqah dan Nadham Wilayah. Doktrin protes didasarkan pada argumentasi bahwa Belanda itu kafir, disamping anjuran terhadap para pengikutnya agar berjuang menyelamatkan dunia, dengan jalan melawan raja kafir. Terhadap para birokrat tradisional ia menganggap mereka sebagai sumber feodal yang telah menindas rakyat karena mengabdi pada Belanda yang kafir. Sedangkan para penghulu dan pemuka agama yang membantunya dianggap oleh Ahmad Rifa’i sebagai orang yang menyesatkan. Kecaman- kacaman yang diwujudkan dalam ajarannya tidak hanya disampaikan kepada para pengikutnya saja, tetapi juga disampaikan dimasjid-masjid umum.
Penutup
Gerakan Rifaiyah adalah sebuah gerakan revavilisme, disamping merupakan usaha untuk memperkuat keyakinan lama dalam menghadapi pembaharuan dibawah pemerintahan kolonial Belanda, juga membawa faham pemurnian ajaran Islam. Ahmad Rifa’i memiliki sumbangan besar terhadap pemikiran Islam tradisional pertengahan abad ke-19. Dilihat Dari orientasi pemikirannya, pemikiran Ahmad Rifa’i dapat dibagi dua: Pertama pemikirannya memenuhi kebutuhan masyarakat Kali salak yang pada waktu itu memerlukan penjelasan agama dengan bahasa dan materi yang sesuai dengan tingkat pengetahuan masyarakat pada umumnya. Kedua menciptakan isolasi kultural dengan budaya perkotaan melalui kupas agama yang syarat muatan protes anti pemerintah kolonial dan birokrat tradisional.
Daftar Pustaka
Abdul Djamil, Perlawanan Kiai Desa Pemikiran dan Gerakan Islam KH. Ahmad Rifa’i Kali Salak, Yogyakarta: LKiS, 2001
Ahmad Adaby Darban, Rifa’iyah, Gerakan Sosial Di Pedesaan JawaTengah 1850-1982, Yogyakarta: Tarawang Press, 2004
Harun Nasution (edt) Ensiklopedi Islam jilid I, Jakarta: CV. Anda Utama, 1993.
Taufik Abdulah (edt), Ensiklopedi Tematis Dunia Islam, Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 1996
Tajudin, Jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam, Fakultas adab dan Ilmu Budaya, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2008.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar