Sunnah al khulafa ar-Rasyidun
Ada beberapa macam soal keagamaan yang tidak dikenal pada zaman Nabi SAW, tetapi diadakan oleh para sahabat, khalifah-khalifah Rasyidin, yaitu Abu Bakar, Umar ibn Khatab, Utsman ibn Afan, Ali ibn Abi Thalib. Semuanya tidak dapat dikatakan bid’ah dhalalah (bid’ah sesat), tetapi semua itu adalah bid’ah hasanah (bid’ah baik).
Contohnya:
a. Membukukan kitab suci al-Qur’an, yang di mulai pada masa khalifah Abu Bakar Shidiq dan kemudian dilanjutkan dan disempurnakan pada masa khalifah Utsman ibn Afan ra.
b. Shalat tarawih berjama’ah sebulan penuh pada bulan ramadhan yang diadakan oleh Umar ibn Khatab ra.
c. Adzan pertama pada shalat jum’at, yang diperintahkan oleh Utsman ibn Afan ra.
d. Dan lain-lain
Semua itu adalah bid’ah karena tidak terkenal pada zaman Nabi SAW dan Nabi pun tidak menyuruhnya. Semuanya hanya digariskan oleh khalifah Rasyidin.
Kalau seorang Khalifah Rasyidin menggariskan sesuatu amal ibadah, maka kita harus mengikutinya dan mengamalkan karena sesuatu yang di gariskan oleh Khalifah Rasyidin pada hakikatnya pasti datang dari Rasulullah SAW dan juga karena Khalifah Rasyidin itu adalah orang yang selalu bergaul dengan Nabi SAW.
Rasulullah SAW bersabda, yang artinya:
“Maka wajib atasmu memegang Sunnah ku dan Sunnah Khalifah Rasyidin yang diberi hidayah. (HR. Imam Abu Daud dan Tirmidzi- lht. Abu daud juz IV hal. 201)
Dalam hadits di atas terang dan jelas bahwa Nabi SAW memerintahkan kepada umat Muslimin supaya mengikuti sunnah Nabi dan sesudah wafat Nabi supaya mengikuti juga sunnah Khalifah Rasyidin. Hal ini dapat difahami karena Khalifah Rasyidin adalah orang yang paling dekat kepada Nabi, bergaul dengan Nabi dalam waktu suka dan duka serta mendengar dan melihat barang sesuatunya dari Nabi.
Orang yang tidak mau mengikuti sunnah Khalifah Rasyidin, bukan saja sekedar tidak mengikuti Khalifah Rasyidin, tetapi juga ia sudah menentang dan tidak mengikuti Nabi. Sunnah Khalifah Rasyidin bukanlah bid’ah dhalalah, tetapi bid’ah hasanah.
Rasulullah Saw bersabda, yang artinya:
“Ikutilah dua orang sesudah aku wafat, yaitu Abu Bakar dan Umar. (HR. Tirmidzi, shahih Tirmidzi 13 hal. 129)
Banyak sekali hal-hal yang dibuat oleh Khalifah Rasyidin dalam agama Islam yang belum dikenal pada zaman Nabi, tetapi diterima baik oleh umat Islam di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Kalau kita melihat sejarah, dulu pada masa Rasulullah Saw ayat-ayat al-Qur’an ditulis diatas pelapah tamar, tembikar, tulang-tulang, batu putih dan lain-lain yang bisa ditulis, disamping dihaafal oleh para sahabat. Kemudian pada masa khalifah Abu Bakar dimulai pembukuannya. Membukukan ayat-ayat al-Qur’an ini adalah suatu bid’ah karena hal demikian tidak dikenal pada zaman Nabi. Tetapi membukukan al-Qur’an adalah bid’ah yang baik. Hal ini tersebut dalam Hadits Bukhari, yang artinya:
“Bahwasanya Zaid bin Tsabit berkata: Abu Bakar shiddiq (khalifah pertama) memanggil saya sesudah terjadi perang Yamamah, dimana banyak sahabat-sahabat Nabi mati syahid. Saya dapati di hadapan beliau ada sayyidina Umar ibn Khatab. Berkata Abu Bakar: Hai Zaid, Umar mengatakan pada saya bahwa banyak ahli-ahli Qur’an (yang hafal Qur’an) gugur dalam peperangan Yamamah. Saya khawaatir kalau-kalau mereka banyak yang wafat dalam medan-medan perang yang lain, sehingga ayat-ayat Qur’an bisa hilang.
Umar mendesak kepada saya supaya mengumpulkan Qur’an dalam satu mus-haf, lalu saya berkata kepadanya: bagaimana engkau akan membuat suatu pekerjaan yang tidak dibuat oleh Rasulullah Saw??
Umar menjawab, Demi Alloh. Pekerjaan ini baik! Umar selalu mendesak saya dan akhirnya saya sependapat dengannya, kata Abu Bakar.
Berkata Zaid, Abu Bakar berkata kepadaku: engkau seorang pemuda pintar yang dipercaya. Engkau pada masa Nabi masih hidup menjadi penulis wahyu yang diturunkan Alloh pada Rasulullah. Cobalah kumpulkan seluruh wahyu itu!
Demi Alloh; jawab Zaid. Kalau engkau perintahkan saya untuk memindahkan sebuah bukit, barangkali tidak seberat ini. Bagaimana bisa membuat sesuatu yang tidak dibuat Rasulullah??
Abu Bakar mendesak: Demi Alloh, ini baik. Maka selalu Abu Bakar mendesak saya; kata Zaid, sehingga Tuhan membukakan hati saya sebagaimana hati Abu Bakar dan Umar. Maka saya carilah ayat-ayat Qur’an itu dan saya kumpulkan di mana pada mulanya ditulis di atas pelapah-pelapah tamar, batu-batu putih dan yang ada dalam dada para sahabat-sahabat Nabi. (HR. Imam Bukhari- lht Fathul Bari- juz X- hal, 385-390).
Dari keterangan yang tersebut dalam hadits Bukhari ini dapat diambil kesimpulan:
a. Membukukan kitab Suci al-Qur’an adalah pekerjaan bid’ah karena tidak dikenal pada zaman Nabi.
b. Tetapi hal ini dianggap baik oleh oleh Umar ibn Khatab dan Abu Bakar (kedunya khalifah rasyidin). Maka menjadilah ia bid’ah hasanah (bid’ah baik).
c. Umat Islam di dunia ini wajib menerima Kitab Suci al-Qur’an yang dibukukan itu walaupun ia dinamai bid’ah.
d. Yang mengumpulkan ayat-ayat itu adalah Zaid bin Tsabit dengan perintah Abu Bakar shidiq. Zaid bin Tsabit ditunjuk oleh Abu Bakar karena pada zaman Nabi beliau ini adalah juru tulis Nabi untuk menulis ayat-ayat Qur’an yang diturunkan.
Mushaf yang dikumpulkan Zaid bin Tsabit di simpan oleh Abu Bakar sampai beliau wafat dan sesudah itu mushaf ini di simpan oleh Umar bin Khatab khalifah ke dua, dan sesudah Umar bin Khatab wafat, mushaf tersebut disimpan oleh Sayidatina Hafsoh binti Umar bin Khatab (Umul mukminin).
Dan disebutkan lagi dalam hadits Bukhari, yang artinya:
“Bahwasanya Hudzaifah bin Yaman datang kepada Utsman bin Afan (khalifah ketiga). Ketika itu Hudzaifah mengepalai jihad di daerah Syam dalam memerangi Armini dan Azerbaizan. Hudzaifah sangat terkejut mendengar perbedaan-perbedaan prajurit dalam membaca al-Qur’an. Maka datanglah Hudzaifah kepda khalifah Utsman bin Afan, lalu beliau berkata: “Hai khalifah, buru-burulah menolong umat Islam sebelum mereka berselisih tentang kitab Suci sebagaiman perselisihan Yahudi dan Nashrani”. Maka Utsman bin Afan meminta kepada Sitti Hafsoh agar mushaf al-Qur’an yang ada di tangan beliau diberikan padanya untuk disalin dan kemudian dikembalikan.
Maka Sitti Hafsoh memberikan mushaf yang disimpannya itu kepada Utsman bin Afan yang ketika itu menjadi khalifah ketiga. Sayyidina Utsman bin Afan menunjuk empat orang sahabat untuk menyalin mushaf Qur’an itu, yaitu:
1. Zaid bin Tsabit, penulis wahyu di masa Rasulullah SAW.
2. Abdullah bin Zubair
3. Said bin ‘Ash.
4. Abdurahman bin Harits bin Hisyam.
Keempat sahabat ini menyalin mushaf itu dan menjadikannya banyak mushaf. Sayyidina Utsman memerintahkan kepada 3 orang anggota panitia yang semuanya berasal dari suku Quraisy: “kalau kamu berbeda faham dengan Zaid bin Tsabit tentang tulisan-tulisan al-Qur’an, maka pakailah menurut bahasa Quraisy karena al-Qur’an diturunkan sesuai dengan bahasa Quraisy”. Maka semua panitia bekerja. Sesudah selesai menyalin mushaf itu maka Sayyidina Utsman mengembalikan mushaf yang dipinjamnya dari Sitti Hafsoh.
Sayyidina Utsman mengirim setiap naskah mushaf itu keberbagai pelosok daerah dan memerintahkannya supaya semua ayat-ayat yang ditulis di atas tulang-tulang, tembikar-tembikar, dan lain-lain, dihapuskan atau dibakar.
(HR. Bukhari, lihat, Fathul Bari- juz X- hal, 390-396).
Dari uraian kedua hadits Bukhari di atas nampak jelas bahwa manuliskan Qur’an dalam satu mushaf adalah sunnah Khalifah Rasyidin yang belum dikenal pada masa Nabi SAW. Ini boleh juga dikatakan bid’ah, tetapi bid’ah hasanah, yaitu bid’ah yang baik.
Dan disebutkan juga dalam kitab hadits Bukhari, yang artinya:
“Dari Saib bin Yazid beliau berkata: “Adalah adzan di waktu Jum’at permulaannya apabila imam duduk di atas mimbar pada zaman Nabi, pada masa Abu Bakar dan Umar bin Khatab ra. Ketika masa Utsman ra. Dimana orang sudah bertambah banyak maka beliau (Utsman bin Afan) menambah adzan yang ketiga di atas zaura.
(HR. Bukhari- Shahih Bukhari juz I- hal, 116).
Hadits ini menyatakan bahwa pada zaman Nabi dan masa Khalifah Abu Bakar dan Umar ra, adzan waktu shalat Jum’at ada dua kali (satu adzan dan qamat). Kemudian setelah manusia berkembang ditambah adzan yang ketiga, (sekarang dinamai adzan pertama) dalam shalat Jum’at.
Dengan demikian, maka adzan-adzan yang pertama itu adalah “Bid’ah” hasanah yang di adakan oleh Khalifah Rasyidin Utsman bin Afan, yang kita diperintahkan oleh Nabi SAW untuk mengikutinya. Selain membukukan al-Qur’an, shalat tarawih jama’ah terus menerus pada bulan ramadhan dan adzan pertama pada waktu shalat Jum’at, ada lagi beberapa masalah dalam agama lainnya yang di adakan oleh Khalifah-khalifah Rasyidin (Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali ra.).
Umat Islam diperintahkan oleh Nabi Muhammad SAW supaya mengikuti sunnah Khalifah Rasyidin itu. Barangsiapa tidak mau mengikuti sunnah Khalifah Rasyidin, berarti tidak mengikuti sunnah Nabi. Na’udzuubillah!!!!!!!!!!!!!
Tajudin, UIN jogja
Lihat, Sirajuddin Abbas, 40 Masalah Agama jilid 3, Jakarta: Pustaka Tarbiyah, 1981
Tidak ada komentar:
Posting Komentar